Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjalananan Di Waktu Sore

Perjalanan di waktu sore
Gambar by Google

Aku punya sahabat yang yang belum lama aku kenal. Namanya Lana ya..!! Nur lanawati lebih lengkapnya. Waktu masih duduk di SMA dulu, banyak teman-temannya yang memanggil dengan sebutan Nuy. Entah!! aku tidak tau alasan apa banyak yang memanggilnya seperti itu. Ah..! ada arti lain dengan sebutan itu atau hanya sebatas sebutan istilah belaka. Tapi tidak denganku, aku memanggilnya sesuai dengan kata yang ia ucapkan dulu waktu pertama kenal. Lana..! Terkadang aku meledeknya dengan memanggil Nur lana wanto hehee…! Ternyata dia marah ngak mau dipanggil dengan sebutan lengkap Nur lana wanto. Emang dikira apa katanya. Abis itu dia langsung melontarkan berbagai komentar kepadaku, sebagai bentuk balasan.
Em….!! Tapi bukan soal nama yang akan aku ceritakan, tapi soal perjalanan, selama 240 menit dan masih aku ingat sampai sekarang. Kala itu tepatnya Hari Senin 6 Mei 2013, mungkin si Naa, sekarang sudah lupa, alias lali bin tidak ingat lagi (hufft dasar) kamu naaa..  Tapi wajar saja, sekarang sudah enam tahun aku tidak ketemu dengannya. Jangankan tentang kabar, sekarang pun aku tahu dia ada dimana. Karena setelah selesai sekolah, kita sudah tak pernah komunikasi lagi.
“Lana, mudah-mudahan kau baik-baik saja”.
Waktu itu, hari Senin 6 Mei 2013 tepat bersamaan dengan pernikahan kakak ku yang pertama. Di kekat lokasi pelaminan, aku masih terdiam diri melihat kakakku yang seolah merasakan kebahagiaan sebenarnya. Kebahagian yang sama halnya aku rasakan bersama si Lana selama 240 Menit. Pada pukul 15.30 disaat sebelum sore tiba, aku lama terdiam di dekat istana cinta. Istana sang pemilik dari raja dan ratu. Sungguh aku berkeinginan untuk duduk sebagai seorang pengantin sama seperti mereka. Sore itu juga, di waktu  matahari hampir mendekap pekat menuju peraduan. Aku yang dari awal lama berdiri, mencoba melangkahkan kaki menuju sebuah kursi plastik warna biru dekat diantara keramaian orang sedang menikmati hidangan. Dari mereka ada yang berdiri lagi ketika menyambut tamu datang dari arah pintu masuk. Mereka yang melihat ku tak lepas dari senyum indah terpancar di wajah para tamu. Lalu ku balas mereka dengan senyum tipis sebagai tanda balasan akan keramahan ku.
“Selamat datang bu?” silahkan masuk! Lanjut ku pada mereka.
Bersamaan itu pula ku uluran tangan ini untuk bersalaman kepada mereka yang satu persatu mulai datang memenuhi ruang. Sebentar ku tengok sekeliling ke arah luar. Ternyata keramaian para tamu undangan yang datang, membuatku tak sempat untuk duduk di kursi seperti semula. Inilah waktu menjelang sore terasa capek dan melelahkan. Sedang matahari mulai bergeser perlahan tertutup daun, ranting. pohon jambu di bagian barat belakang tenda.
Perlahan, angin datang bersamaan dengan para tamu membuat lelah ku terasa berkurang. Aku cepat menuju arah ke luar tenda mencoba mengamati sekeliling matahari sore. Ternyata matahari tersebut masih nama dengan warna yang jelas dibalik pohon jambu itu. Sungguh ini adalah pemandangan yang begitu mengagumkan di pernikahan kakak ku yang pertama dengan cuaca cerah dan ramai akan tamu undangan. Lalu aku pandang ke atas, tak ada se titik awan yang nampak melintas. Terlihat matahari masih menunjukkan kilau emasnya memancarkan sinar menembus tajam di sela batang pohon jambu tepat aku berdiri.
Saat itu aku masih berdiri tegak, terdiam dalam kebisuan. Entah kenapa seperti ada sesuatu yang aku pikirkan Tak jauh dari tempat aku berdiri ada seseorang yang memanggil ku keras. Lalu aku mendekatinya dan ternyata aku disuruh menemani dia duduk. Kini pendengaran ku tertuju oleh alunan lagu jawa di nyanyi kan oleh penyanyi dari tim organ.
            Aku masih masih terduduk di dekat keramaian orang-orang yang sedang berbahagia. Memandang kearah istana cinta. "Ya…!!! Mereka bahagia sekali namanya di saat seperti ini. Seperti sang raja dan ratu, yang ada di kerajaan-kerajaan besar. Duduk bersama di kursi pelaminan, berhias pernak-pernik emas. Tak hentinya para dayang kecil memberikan angin lembut ke raja dan ratu. Mereka saling bercanda gurau. Sepasang insan yang saling mencintai, sudah sah membentuk ikatan yang resmi. Inilah waktu yang mereka tunggu-tunggu, kebahagian yang mereka rasakan telah resmi disaksikan oleh semua orang.
Tiada senyum dari sepasang pengantin selalu mereka tunjukkan kepada para tamu undangan yang melihatnya, baik itu saudara, teman atau para tetangga yang menyaksikan acara pernikahan kakakku. Hal ini, sejenak hati kecil ku berkata, ingin rasanya aku seperti mereka. Tapi kalau untuk sekarang ini belum dan belum saatnya. Aku tak tahu rencana tuhan, siapa jodoh ku nanti. Hem…!! Diri ini terasa gelisah dengan keadaan seperti ini.
Di saat lamunan ku mulai buyar spontan aku di kaget kan dengan bunyi handphone di saku celana. Segera ku masukkan tangan ini meraih handphone kecil berwarna hitam. Ah…..!!! ternyata ada pesan sms yang masuk dari Lana.
“Selamat sore, lagi ngapain,” Pesannya singkat!
“Selamat sore juga, ini lagi menghadiri kakakku menikah” Ada apa Na!! Balasku langsung. “Oh!!, Gak ada apa-apa si ”! Balasnya menimpali.
Lalu aku berbalik bertanya, “Memang nya kamu tidak lagi sibuk yah.”
“Lagi sendiri nih” Jawabnya sedikit aneh, tidak sesuai dengan apa yang aku tanyakan.
“Dimana,” Balasku langsung.
“Di kontrakan”. Jawabnya begitu singkat.
“Ha… Kasihan sekali kamu na, tiap hari mengurung diri di kamar, emang tidak bosan?”  “Oh ya, na hari ini apa kamu tidak ada jadwal untuk kursus”. Kataku langsung
“Em…. sudah pulang dari siang tadi .”  Balasnya singkat.
“Oh, begitu.. Bagaimana kalau sore ini aku ajak kamu main.”
“Kamu sekarang ada waktu tidak, kalau sore ini kita jalan..!!! Ya, hitung-hitung jalan-jalan menikmati indahnya di waktu sore!! itu kalau kamu mau sih!!. Ucap ku seakan merayu.
“Dimana, ! Balasnya.
“Ya, pokoknya ikut arah aja deh!!” Dari pada kamu sendiri di kamar ngak ada teman di kontrakan”
“Bagaimana, kamu mau tidak…!” Kataku seakan memaksa.
 “Kalau emang kamu mau, nanti pukul 16.00 aku sudah ada di depan kontrakan kamu”.
"Bagaimana oke!! Tegas ku memastikan.
Saat itu, handphone  ku masih ku pegang erat, ku tarik nafas dalam-dalam sampai perutku terasa sakit. Seakan jari tanganku menggenggam sebuah harapan. Tanganku mulai terasa gemetar, akibat eratan jariku yang kuat. Tak lama kemudian, selang beberapa menit sms balas pun masuk, sedikit tersenyum aku membaca pesan itu, dengan sebuah balasan singkat kata “IYA, Oke!!” jawaban yang singkat, tanpa ada keraguan sedikitpun. Dengan senang hati aku balas pesan sms itu.
“Oke, Na..!!! Tunggu aja ya….!!
Waktu telah berlalu, tepat pukul 16.00 Motor vespa butut ku sudah nongkrong di depan kontrakan layaknya pesawat tempur siap menjelajah alam dunia. Dengan sigap sang pilot pun matang akan beraksi mempersiapkan segala keperluan yang ada. Sengaja tidak aku bunyikan klakson sebagai isyarakat kalau aku sudah datang, karena suara motor bututku sudah terdengar begitu keras. Kedengaran nya sudah tidak asing lagi di telinga, Dheek..dhek…dhek…dhekkkkkkkkkkkk.. Motor butut tua yang aku punya, umurnya lebih tua dari umur ku tapi tetap setia dalam hati dan jiwaku. Seakan cintaku tak pernah lepas untuk selamanya. Karena motor butut inilah yang telah memberikan banyak arti dalam hidupku. Motor butut tua yang selalu setia menemani hari-hari ku. Banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang aku dapatkan bersama-sama si butut tua ini.
Tak lama kemudian, pintu kamar kontrakan terbuka, sekejap motor kumatikan. Nampaklah seorang gadis kecil berwajah cantik, manis dan berjilbab. Dia memberikan sebuah senyuman manis kepadaku, sejuta arti merasuk dalamnya hati dan pikiran ku. Sore masih belum berlalu, bertanda masih ada sisa waktu yang akan aku habiskan untuk sekedar jalan-jalan dengannya.
“Apakah kamu sudah siap na.” tanyaku mencoba menyambutnya!!
“Iya, sudah. Ayo berangkat!!
“Eh, siap komandan”. Celoteh ku padanya.
Bukan hanya di mulutku yang selalu tertawa, tapi hati ku pun juga ikut tertawa. Eh, Betapa senangnya aku hari ini!! Lalu ku dorong pelan motor butut ku mendekati ambang pintu. Perlahan langkah kaki gadis manis ini datang mencoba mendekat.
 “Memang nya mau main kemana !! Ucapnya masih penasaran.
“Ya kita jalan-jalan aja naa,, Nantikan kamu akan tahu sendiri.”
“Oh..begitu.”!!!! Jawabnya, pelan sedikit senyum yang nampak terlihat.
Sore itu, kurasakan perubahan begitu sempurna,  jauh terlihat dari arah pandang ku tapi tetap bersinar dengan terangnya. Aku nikmati perjalanan ini dengan seorang gadis bernama Nur lana wati, gadis bertubuh kecil berwajah asri. Saat melintasi jalan kota, motor si butut tua ini seakan tau akan gadis yang ku bonceng. Motorku melaju dengan pelan tapi pasti menyusuri waktu merasakan tentang indahnya bersama gadis cantik di sore hari. Aku menikmatinya di sela nafas ku yang dalam. Padahal saat itu, aku masih dalam mengemudikan si butut di per lintasan jalan. Aku mengabaikan tentang keselamatan. Orang-orang yang melihat ku, seolah merasa iri terlihat mereka yang memandangi ku tanpa henti.
Banyak kendaraan lain  berlalu lalang saling beradu kecepatan sepuluh kali lipat dari motor si butut ku. Tak hentinya suara bising klakson yang berbunyi, bertanda akan mendahului motor si butut ku. Tapi itu tak membuat ku merasa terganggu, atau pun membuyarkan konsentrasi ku. Aku tetap senang dan tersenyum sendiri, saat ku lirik di spion motor yang begitu kecil bentuknya. Terlihat muka si Na, dengan sangat jelas. Terkadang dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Membuatku heran dalam hati, apa yang sedang dia pikirkan. Namun, tak berani aku pertanyaannya, khawatir akan hal terjadi apa-apa karena waktu itu lagi di jalan.
Tepat saat melintasi jalan di lokasi sawah. Nampak terlihat hamparan tanah membentang luas, nan hijau. Pohon-pohon berdiri tegak mengibarkan ranting-rantingnya dan daun tua mulai berjatuhan di sepanjang jalan. Disini  angin bergerak begitu kencang, berbeda dengan tempat yang telah aku lalui tadi. Ku lihat di sepanjang pinggir jalan banyak orang yang sedang sibuk dengan barang dagangannya.
Tempat warung angkringan tertata dengan rapi, para pedagang ini menjual berbagai minuman, dari kopi hangat, kopi jahe, jus buah, bahkan ada juga yang menjual jagung manis bakar dengan segala rasa.
“Na..!!” Sapa ku pelan.
“Apa..! Jawabnya terdengar sayu dibelakang punggungku.
“Kita mampir disini ya sepertinya tempat ini bagus loh!”
“Itu, coba lihat ada jual jagung bakar!”
“Ah,,  malas lah, tidak mau aku” tegasnya.
“Ya, kamu na…!! Bagaimana si orang mau merasakan enaknya jagung bakar malah tidak mau. Nanti menyesal loh kalau tidak mau coba…!!! Kataku membujuk lagi.
“Ah…!!!!!  malas aku mampir disini”
“Ini tempat terlalu ramai, aku malu tau?”
 “Pokoknya jalan aja terus, jangan berhenti disini” tegasnya meyakinkan ku.
“Ya, sudah deh!! Oke!! jawabku pelan mencoba menuruti kemauannya.
Rencanaku yang pertama telah gagal, sebenarnya aku mengajak si Lana, untuk sekedar makan jagung atau minum es sambil berbincang berbagi cerita dengannya. Setelah itu, pulang lagi ke tempat kontrakan. Tapi ternyata dia malah tidak mau, dan tetap bersikeras  tidak mau diajak berhenti. Apa karena ditempat itu ramai, dia malu karena aku bawa motor butut.
“Ah..!!!!!.” Hal ini, membuatku mulai gelisah.
Padahal, waktu sudah semakin sore dan matahari sudah terlihat semakin jauh, sejauh laju motorku berjalan. Kenapa dia menyuruh ku untuk melanjutkan motor? Padahal semakin gelap. Pekat malam nampak terlihat tanpa secercah cahaya jagat. Senja jauh, langit diselimuti awan hitam tak membekas cahaya. Sekarang bersinar satu demi satu bola lampu yang ada di sepanjang jalan sudah mulai di hidupkan.
“Ah…!!!! Ini bukan di waktu sore lagi.” aku merasa semakin cemas, karena rencana awal ku sudah gagal. Gagal cuma karena dia tidak mau diajak berhenti di tempat penjual jagung. Lantas kalau seperti ini jadinya, apa yang harus aku lakukan setelah!!.
Ternyata tanpa disadari semakin lama semakin gelap. Adzan magrib sudah terdengar jelas di telingaku. Tapi motorku masih terus melaju dengan pelan. Hingga akhirnya melintasi jalan dimana aku pernah sekolah di SMK. Lalu aku bercerita kepada Lana, kalau aku pernah tinggal di rumah kost selama tiga tahun yang lokasinya dekat dengan sekolah SMK. Aku bercerita saat aku masih SMK di sekolah itu. Kuberitahukan kepadanya tempat yang pernah aku jadikan kost selama tiga tahun.
“Na..!! ini sudah sampai di sekolah SMK saya dulu, Bagaimana kalau kita mampir sejenak buat istirahat dan sholat.”
“Ah…!! Malas di sinilah, coba jalan aja terus tidak usah berhenti.”
“Ya, maksud aku karena ini sudah magrib apa salahnya kita mampir ditempat ibu kost dulu loh na??”
“Ah…!!! Pokoknya malas.” Kamu jangan buat aku marah ya!!! aku tidak suka kalau kamu terus memaksa.” Jelasnya membuatku sakit hati.
“Oh.. begitu, ya sudah deh..!! aku turuti mau kamu na!! balasku. Meski sebenarnya aku merasa ingin marah juga, dibuatnya. Tapi biarlah aku tahan dan pendam dalam hati. Mungkin dia takut, karena memang dia perempuan tidak wajar kalau sama laki-laki sudah malam  belum pulang. Siapa tau, ibu kost atau teman kontrakannya pada nunggu dirumah. Aku positif tingking aja.
“Na,, sudah magrib nih!! Adzannya sudah hampir selesai, kita malah belum pulang ya!!”
“Seharusnya kamu sudah aku antar pulang balik ke tempat kontrakan, ya na”
“Maaf kan saya ya na!!” kataku padanya.
“Emang iya, sudah magrib dari tadi kali.”
“Sudahlah cepat jalan, jangan bicara terus aja kenapa!!” Jawabnya singkat tapi sungguh terasa dalam hati. Aku merasa tidak enak, dan merasa bersalah padanya.
Saat itu aku terdiam, aku mulai merasakan si vespa butut ku agak sedikit berubah. Laju motor vespa butut ku berjalan pelan dengan nada tak karuan lagi. Sepertinya ini adalah firasat yang buruk. Biasanya kalau seperti ini suaranya, pertanda pasti mogok lagi. Padahal belum lama ini, aku servis motor ku bengkel tapi tidak tau kenapa kok dalam keadaan seperti ini harus mogok.
“Oh tidak!!” jangan kau mogok vespa.” Aku malu, malu besar dengan orang yang duduk di belakang ini. Aku tak ingin membuatnya kecewa karena vespa butut ku mogok.
Ternyata benar, tepat di jalan pertigaan depan warung bakso si motor vespa butut ku tak mampu lagi melanjutkan perjalanan. Semakin lama semakin susah, gas aku tarik tak ada tenaga. Akhirnya aku putuskan untuk berhenti di depan warung bakso. Lalu aku standar kan motor dan mengecek nya langsung satu persatu dari mesin depan sampai belakang. Ternyata benar, setelah aku cek satu persatu ada di mesin depan terlihat seling kompling yang terputus. Hal ini, langsung aku beritahukan pada lana, yang dari tadi duduk di kursi kayu panjang di pinggir jalan.
“Aduh, na, maaf motornya rusak!!! Ini ada seling kompling yang putus, dan mesin nya juga ikut mati.  
“Lah bisa di perbaiki tidak!” jawabnya singkat.
“Coba tak perbaiki dulu ya, siapa tahu langsung jadi, dan kamu bisa pulang lagi ke kontrakan.”
“Iya,,!!!” Jawabnya dengan muka mulai muram.
Saat aku mencoba memperbaiki seling kompling yang putus, sejenak ku lirik si lana yang sudah pindah dari tempat duduk di teras rumah warga. Kulihat dia seperti  lemas, jengkel merasa kecewa. Dia duduk dengan posisi badan bersandar di tembok. Aku tak kasihan melihatnya.
“Maafkan aku ya na..!!! aku telah mengecewakan mu hari ini.”
 Ku lihat dia sesekali sibuk dengan handphone yang dia pegang. Dari tadi semenjak motor ini berhenti, tak sedikitpun lana memperhatikan ku. Justru dia malah sibuk dengan handphone nya. Tapi, mungkin saat itu dia lagi sms sama ibu kost atau teman kontrakan. Atau malah sekedar mainan game untuk menghilangkan rasa kesel karena lama menunggu motor diperbaiki. Melihat keadaan ini aku merasa kasihan melihatnya. Jujur sebenarnya aku juga merasa tidak enak dan malu sekali.
Saat itu terdengar adhzan magrib yang sudah dari tadi di kumandang kan. Ini bukan suara adzan lagi, tapi memang suara iqomah. Namun aku masih sibuk dengan aktivitas ku memperbaiki si butut. Tepat setelah lima menit iqomah selesai aku putuskan untuk istirahat sejenak, seraya meraih jaket dan tak kecil ku yang ku gantung di bagian motorku. Kulihat jam di handphone sudah pukul 18.30 menit. Lalu  pandanganku tertuju pada lana yang masih sibuk bermain dengan handphone nya. Entah apa yang dia lakukan sendiri.
“Na, aku tak sholat dulu ya ke masjid”. Kamu mau ikut sholat tidak!! Ajak ku dengan nada pelan.
“Tidak, saya tidak lagi sholat” Biasa kamu kan tau sendiri perempuan.”
“Oh iya.. ya sudah kalau begitu kamu istirahat aja disini sebentar ya, nanti setelah aku selesai sholat aku langsung balik lagi kesini.
“Iya..!!!” jawabnya.
Mendengar pernyataan jawaban tersebut seketika aku mencoba melangkah, berjalan menyusuri gang kecil. Malam begitu sempurna, yang tadinya masih terlihat sore kini  telah berganti oleh gelapnya malam. Di persimpangan jalan gang paling kecil. Namun cahaya hias lampu di rumah-rumah dekat masjid sudah menyala dengan indah. Ada yang berwarna putih, dan berwarna-warni dengan bola lampu yang terlihat kecilnya.
“Ya,,!! hanya lampu masjid yang sekarang bersinar, bukan di kala sore lagi. Semuanya telah berubah begitu cepat. Dalam hati, aku berharap meskipun sore telah berganti oleh gelapnya malam. Tapi kenapa si lana tadi terlihat amat murung, berbeda dengan sore tadi ya!!!. Aku jadi penasaran dan bingung. Apa karena motor butut ku mogok!!!
Setelah selesai sholat magrib, aku kembali berjalan menuju tempat dimana motorku mogok. Justru yang lebih aku pikirkan adalah tentang lana yang sendiri tadi menunggu motor ku diperbaiki. Jujur aku masih merasa malu sekali, antara kasihan, dan tidak enak kalau si lana benar-benar marah dan menyesal. Tentu kalau hal ini terjadi lagi pasti di lain  hari dia tidak akan mau aku ajak jalan sore. Apalagi dengan membawa motor vespa butut. Hingga akhirnya tak terasa sudah 10 meter aku berjalan meninggalkan masjid. Sambil berjalan aku pandang langit di atas. Banyak bintang-bintang yang bersinar terang, seakan mereka melihat dan mengamati ku dari tadi. Ada bintang yang terlihat terang seolah bintang itu tertawa ria melihat perjalananku dengan gadis cilik dan cantik.
Tiba di dekat motor yang sudah aku standar kan dari tadi terlihat dariku seorang ibu setengah baya sedang sibuk menyajikan bakso mungkin untuk pembeli atau pelanggan nya. Dalam pikiran ku lebih baik aku ajak aja si lana makan bakso di tempat ibu tersebut, karena aku juga lapar. Lalu ku intip dari sudut tembok warung tempat si butut ku mogok.
“Lana!! itu lihat deh di sana ada warung bakso, kita makan ya!! Aku lapar nih..!! Pasti kamu juga lapar, kan?” ajak ku padanya.
“Ah, malas lah!!!” Aku tidak lapar!! Jawabnya singkat.
“Na…!!!  Kamu kenapa sih,!!! ayo makan dulu.” Ajak ku mengulangi, berharap dia mau menuruti permintaanku. Namun ternyata tidak, justru kalimat keras yang dia mulutnya membuatku tidak tau harus berbuat apa lagi.
“Sudah aku bilang malas, ya malas loh!!! Tegasnya dengan nada kesel.
Saat itu, aku terdiam mendengar kata-kata terakhir yang barusan diucapkan. “Apakah aku salah menanyakan soal makan.”
“Apakah aku salah hanya mengajak sekedar makan.”
“Apakah aku salah karena telah membuatnya kecewa.”
“Hu!!!!!!! Hal ini membuat pikiran ku tambah kacau.
“Ah…!!! dia memang marah padaku. Di Saat itu juga, ingin rasanya aku berteriak sekuat-kuatnya berkata keras padanya, kenapa dia seperti ini.
‘Apakah aku yang salah..!!!!”
“Ah!!!!!!!!! Batinku dalam hati.
Aku tak kuasa dan tak mampu merasakan keadaan seperti ini. Mendengar alasan darinya lalu aku memasuki warung membeli dua botol minuman dan beberapa roti. Lalu aku letakkan minuman dan roti tersebut tepat di hadapannya. Aku terdiam, enggan untuk menyapanya. Hanya ku ulur kan tanganku sebagai isyarat menawarkan sebuah minuman dan roti.
Mungkin memang benar aku yang salah.  Tapi aku bingung harus berbuat apa lagi agar si lana bisa secepatnya pulang ke kontrakan. Sedang motor vespa si butut ku sudah rusak, mogok dan tak bisa diperbaiki lagi.
Lana yang seharusnya menghabiskan waktu sore di kala sore yang indah bersamaku justru aku lalui dengan sia-sia. Senyum wajah gadis yang tadi sore kulihat begitu cantik nan anggun, kini telah berubah menjadi jeritan malam. Dan aku tak tahu harus berbuat apa lagi agar malam ini para bintang di langit tidak menertawakan ku terus.
Aku terdiam sejenak, dan mengambil handphone ku yang aku masukkan didalam tas kecil. Sejenak kucari nomor teman ku Iwan yang kebetulan mengontrak di dekat Pendopo. Aku mencoba menghubungi nomor Iwan untuk segera menjemput ku ke di tempat dimana motorku mogok. Hingga tak lama kemudian, tepat pukul 20.00 Iwan sudah tiba di Klaten seorang diri. Iwan datang di tempat  dimana motor butut ku mogok, lalu ku ceritakan semua perjalanan dari awal kejadiannya.
Waktu itu juga, aku dan Lana langsung pulang. Di perjalanan menuju kontrakan sejenak ku lihat langit di atas, semakin banyak bintang yang nampak bersinar terang, bahkan bulan pun telah tiba dengan bentuk sabitnya. Aku tersenyum dan malu seakan-akan aku ditertawakan dalam keadaan ini.