Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjuangan Gadis Rantau

Perjuangan gadis rantau
Gambar by @ Google
x











Setelah selesai sekolah, pasti yang diinginkan oleh kebanyakan orang adalah mencari pekerjaan. Meski harus dengan cara merantau. Hal ini dilakukan karena tuntutan hidup yang mengharuskan untuk berjuang dalam banyak hal, seperti mencari nafkah dan keinginan untuk merubah hidup yang lebih bagi lagi. 

Masalah ekonomi merupakan salah satu faktor alasan seseorang memutuskan untuk merantau. Entah dia laki-laki atau pun perempuan. Seperti cerita yang  pernah saya dengar dari seorang gadis yang pergi merantau ke kota untuk mencari pekerjaan. 

Karena rasa ingin tahu akan tantangan dalam mencari sebuah pekerjaan dan sebagai bentuk keberanian pada diri sendiri dalam menjalani perjalanan hidup. Saya tuliskan, dalam bentuk cerita, semoga bermanfaat.

Menjadi orang yang sukses adalah impian dari setiap orang. Apalagi kesuksesan yang diraih dengan kerja keras pantang menyerah. Tentu ini menjadi cikal bakal untuk bisa mewujudkan kesuksesan yang di inginkan. Meskipun banyak rintangan atau halangan yang datang silih berganti. 

Maka tetap yakin dan percaya kalau kesuksesan akan bernilai tinggi apabila diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Seperti halnya yang dialami oleh seorang gadis rantau bernama Taria.Seorang gadis yang usianya masih terbilang muda, ia harus berjuang sendiri demi mewujudkan impiannya untuk membahagiakan kedua orang tua di kampung. 

Ia rela menumpahkan segala tenaga untuk bekerja di pabrik industri di kota besar kota metropolitan. Kota yang selama ini menjadi pangkal segala kebutuhan untuk merubah kehidupannya yang lebih baik lagi. Tak ia hiraukan apa kata orang lain di luar sana yang di istilahkan kalau ia bekerja sebagai buruh. Ya lebih tepatnya buruh pabrik.

Namun hal itu tidak ia pikirkan lebih jauh, justru selama ini ia bangga dengan segala sesuatu yang ia jalani selama ini. Sejak awal, waktu masih sekolah ia memiliki sebuah prinsip jika ia setelah selesai sekolah nanti ia akan mencari pekerjaan, meski harus dengan cara merantau jauh dari keluarga. 

Ia bertekad asalkan pekerjaan itu halal dan tidak merugikan orang lain, maka akan tetap ia jalani dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Ini semua ia anggap sebagai omongan angin lalu, yang tak wajib ia simpan dalam hati.

Sudah hampir tiga tahun lamanya Taria bekerja di pabrik yang ia lamar dulu. Sungguh perjalanan yang luar biasa, betapa tidak setelah selesai sekolah SMA ia memberanikan diri berangkat dari kampung ke kota untuk mencari pekerjaan. 

Pabrik demi pabrik ia masuki, mencoba bertanya tentang adakah lowongan pekerjaan. Karena siapa tahu surat lamaran yang sudah ia siapkan di dalam tas, bisa diajukan langsung ke pihak pabrik. Tapi tak semudah yang dibayangkan, jerih payah lama menunggu balasan tak kunjung datang memberi kabar. 

Ia masih menunggu yang kesekian kalinya, semoga dapat balasan yang pasti. Dalam keadaan itu, ia berfikir selama ia sekolah dulu sebuah  Ijazah sekolah percuma ia dapatkan.

“Kenapa!! Inikah sulitnya mencari kerja di kota besar yang katanya banyak lowongan. Oh  sabar..! jangan sampai aku pulang karena tidak dapat pekerjaan. Apa kata keluarga di rumah!. Malu rasanya, jika ayah dan ibu tah kalau sudah satu bulan lebih saya belum dapat pekerjaan juga.”

Akhirnya di waktu lain, Taria sudah bekerja di salah satu pabrik sepatu yang lokasinya tak jauh dari tempat kontrakannya. Berkat usaha dan kerja kerasnya ia diangkat sebagai karyawan tetap dan dipercaya untuk memegang salah satu bagian di pabrik itu. 

Ia bersyukur atas kerja keras yang telah dijalaninya. Apalagi dengan jumlah pendapatan upah yang cukup membuatnya ingin melanjutkan sekolah lagi ke tingkat perguruan tinggi. Karena selama tiga tahun ini, semenjak diangkat menjadi karyawan ia berkeinginan untuk melanjutkan kuliah.  

Hal ini, ia inginkan sejak ia baru bekerja di pabrik itu. Sungguh luar biasa, tekad dan keinginannya untuk terus mencari ilmu pengetahuan lewat dunia pendidikan. Kemajuannya untuk terus belajar membuat kedua orang tua dirumah merasa bangga.

Dalam ketulusan hati, tersenyum tipis akan sosok orang tua yang telah melahirkannya. Orang tua yang menginginkan anaknya sukses di kemudian hari kelak. Ah…!!! Gambaran yang begitu sempurna, ia  mencoba menghampiri peradilan kesuksesan itu dalam bayang dan lamunan. Dan bila saatnya telah tiba akan ia katakan bahwa inilah perjuangan yang sesungguhnya. 

Perjuangan yang selama ini ia jalani dengan kesendirian. Semua kisah ini akan ia ukir dalam jejak perjalanan hidup. Berawal dari keterbatasan, kesendirian, ia di hina dari orang lain yang tak suka dengannya selama bekerja. Hingga sebutir tekad memaksa untuknya berubah yang lebih baik lagi.

Teriring besarnya impian,  ternyata ada rencana di balik semua ini, satu pintu tertutup bukan berarti pintu-pintu lain tak ada, justru banyak pintu yang menanti dalam keutuhan sebuah kesuksesan. Kesuksesan yang akan ia raih secara nyata ia tulis sebagai bukti butiran perjuangan yang sesungguhnya. Akan  ia katakan “SELESAI” pada jejak-jejak  kelam, jejak dalam kehidupan.

Hingga akhirnya, atas perjuangan dan semangatnya ia untuk bekerja sambil kuliah akhirnya ia menjadi mahasiswa di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. Kampus yang lokasinya tak jauh dari tempat kontrakan dan satu-satunya kampus yang mahasiswanya adalah sebagian besar karyawan pabrik di kota itu. 

Ia merasa amat senang, akhirnya bisa menjadi seorang mahasiswa yang ia dambakan sejak dulu. Tentu orang tua di rumah akan merasakan hal yang sama, apalagi dari teman-temannya yang satu pabrik juga banyak yang kuliah di kampus itu.

Sejauh impian akan cita-cita pasti ia tempuh dengan tekad dan keyakinannya. Ia akan membuktikan perjuangannya pada kedua orang tua kalau ia kelak bisa menjadi orang yang sukses dalam karir. Meskipun meraih kesuksesan itu tidak semudah seperti halnya membalikkan tangan. 

Ketika Taria selama menjadi mahasiswa harus mengorbankan separuh hidupnya untuk belajar dan bekerja. Ia harus bisa mengatur waktu sebaik mungkin  dalam membagi antara dua profesi yang berbeda.

Memasuki semester ketiga di tahun ajaran baru, ia harus di sibuk kan dengan jadwal kuliah yang semakin padat. Jadwal yang sulit ia bagi untuk bisa kerja sebagai mana biasa dan jadwal mengikuti kuliah aktif. Di semester tiga mata kuliah yang harus ditempuh banyak yang jadwalnya memang berbenturan dengan waktu kerja. 

Maka terkadang ia harus bolos tidak berangkat kuliah lantaran bekerja sesuai dengan sif. Lama kelamaan saat ia jalani justru ia merasa capek, bosan dan stress sendiri. Beban yang ia pikul tidak sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.

Di saat pagi itu ketika mentari mulai muncul dari peraduan nya memancarkan sinar menerobos jendela kaca. Taria masih tertidur lelap dalam lilitan selimut berpeluk boneka kecil bawaan dari rumah. Setelah semalam suntuk ia bekerja bagaikan robot tanpa mengenal lelah. 

Rasa kantuk yang dialaminya membuat ia semakin lelap tak sadarkan diri meski waktu sudah menunjukkan pukul 08.30. Tanpa ia sadari sebenarnya di hari itu ada jadwal kuliah pagi yang harus di ikuti. Jadwal kuliah yang memang bertolak belakang dengan aktivitas kuliah membuatnya kalang kabut setiap waktu.

Dalam posisinya sebagai karyawan tetap ia tidak akan meninggalkan pekerjaannya yang ia jalani. Ia takut kalau dipecat secara tidak hormat oleh perusahaan pabrik itu. Meski terkadang, saat ia bekerja selalu di marah, dicaci maki dengan kata yang kasar. 

Kata yang tak pantas ia terima di hati. Bahkan pernah sesekali saat atasannya marah hingga main adu fisik. Sungguh atasan yang kurang ajar tidak punya jiwa sosial, tidak tahu diri. Memang benar atasan mempunyai wewenang penuh bagi bawahannya untuk membimbing dan mengajarkan yang benar. 

Tapi tidak dengan Taria yang selalu dibuat salah meski terkadang dia sendiri merasa tidak tahu letak salahnya dimana. Tapi selalu dicaci setiap waktu saat ia bekerja. Ingin rasanya ia untuk melawan sekedar mencari tau apa letak salahnya. Biar dirinya jelas dan bisa bekerja secara profesional. Maka terkadang ketika dirinya di marah oleh atasan membuat ia merasa sedih menangis menjerit dalam hari. 

Orang ibunya dirumah aja tidak pernah marah sampai mengeluarkan kata-kata yang kasar. Selama dirinya bekerja di pabrik, kata-kata kasar itu selalu ia terima setiap kali kerja sif.

"Sungguh inikah ujian Mu tuhan!! Ujian yang engkau berikan membuat diri ini lemah tak berdaya.” Dan aku tak tau lagi harus bagaimana dengan atasanku.” 
“Mengapa dia selalu  memarahi diriku dengan alasan yang tak jelas dengan kata-kata kasar yang bebas ia ucapkan kepadaku.

“Ya allah aku menangis tak bisa menerima kehendak hati ini”. Ingin rasanya aku melawan, sekedar mencari tahu letak salah ku. Tapi aku masih terus menahan ego ku tiap kali atasanku marah.“Ya allah berilah aku  keikhlasan dan kesabaran dalam menerima ujian ini.” Sadarkan atasanku agar dia tidak sering marah-marah lagi saat aku bekerja.” Amin..!!!

Untaian doa yang selalu ia panjatkan ketika masih bekerja dalam pabrik. Semenjak ada perombakan karyawan keadaannya menjadi berubah. Taria tak ingin cuma masalah ini akan berdampak pada pemecatan karyawan secara tidak hormat. Biarlah ia lalui apa adanya dengan hati yang ikhlas dan lapang.

Sekarang posisinya bekerja lebih diprioritaskan jika dibanding dengan dirinya untuk kuliah. Taria sering tidak berangkat kuliah karena memang tidak bisa meninggalkan kerja di shif. Maka tak heran jika absensi kehadirannya di kampus akhir-akhir ini sering terlihat bolos atau alpa beberapa hari lamanya. 

Tepat pukul 08.40 alarm handphone berdering lebih lama, ia cepat untuk bangun. Setelah diraihnya handphone yang ia letakkan di sampingnya saat tidur. Dengan muka pucat ia kaget dengan waktu yang sudah benar-benar siang. Selama ia tidur dari pukul 06.00 terasa sebentar ia rasakan.

Padahal ia berjanji dalam dirinya kalau hari ini ia akan mengikuti kuliah pagi di jam 07.30 Mata Kuliah Akuntansi manajemen dan manajemen keuangan. Mata kuliah yang harus ia ikuti lantaran dosen nya sudah memberikan garis merah sebagai peringatan terakhir. 

Ia takut kalau suatu saat nanti akan mendapatkan nilai akhir E, yang tentu harus mengulang lagi di semester yang akan datang. Sedangkan mata kuliah di semester awal, semester sebelumnya masih banyak yang ia tinggal lantaran hasil nilai ujian akhir banyak yang mendapatkan E.

Entah sampai kapan dirinya punya target mau selesai kuliah berapa tahun. Karena sekarang Taria di semester 3 masih banyak yang nilai E.

Mulai sekarang ia bertekad dalam hati akan berusaha semaksimal mungkin bisa mengikuti kuliah secara aktif. Dan memperbaiki nilai-nilai yang memang itu dalam kategori kurang baik. Ia berusaha dengan sungguh-sungguh bisa merubah dirinya untuk belajar terus. Ia akan lebih professional lagi dalam membagi waktu antara saat dia bekerja dengan kuliah di kampus. 

Mengingat waktu yang ia lihat di handphone membuatnya harus lari segera mempersiapkan diri untuk tetap kuliah. Dari mandi, makan, dan mempersiapkan buku-buku ia lakukan secepat mungkin bagai angin di hamparan gurun. Ia mencoba mengejar waktu untuk bisa mengikuti mata kuliah itu, meskipun sudah tertinggal 60 menit lamanya.

Ketika tepat pukul 09.00 Taria sudah berada di area depan kampus, memasuki pintu gerbang dengan langkah seribu. Setengah berlari ia menyusuri gang-gang kelas sebagai jalan alternatif untuk menuju tempat yang ia cari. Tempat yang sedang berlangsungnya pembelajaran mata kuliah di semester tiga. 

Ketika Taria tiba tepat didepan pintu masuk, ia mencoba melihat waktu yang ada di handphone nya. Ternyata ada pesan sms masuk yang cukup membuat dirinya heran. Entah heran kurang pekerjaan mengirim SMS yang tidak penting. Dilihatnya pesan itu, dan sejenak ia baca sembari berjalan seiring dengan langkahnya yang lambat. 

“Selamat ulang tahun Taria, semoga di tahun ini menjadi tahun awal untuk perubahan. Menambah kedewasaan, dan tetap tegar dalam menjalani hidup. Tetap semangat berjuang meraih mimpi akan cita-cita yang Taria didambakan sejak dulu. Sukses selalu untuk kamu!!!   

            Membaca sekilas isi pesan itu, sedikit membuatnya tersenyum tipis. Ia merasa tak tahu kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 22 tahun. Karena memang aktivitasnya yang sangat padat membuat ia lupa dan tak memikirkan hal itu. Seketika ia merasa senang dengan isi pesan SMS itu meskipun singkat tapi berarti. 

Memberi pesan semangat dari hati meski tak secara langsung. Ia merasa dalam dirinya yang gundah karena pekerjaan dan kuliah seolah berkurang akan beban setelah membaca pesan itu. Senang rasanya  ia terima lewat untaian kata tak bisa membuatnya untuk mulai tersenyum lebih lama, karena waktu jam kuliah sudah lewat. 

Hingga akhirnya ia putuskan untuk lebih cepat melangkah menuju kelas. “Ah..!! jangan sampai aku terlambat lagi.”Di sela langkah,  terlintas pikiran teringat dengan seorang teman yang pernah ia kenal waktu di SMA.

“Ternyata selama ini ada seseorang yang selalu peduli dari jarak jauh”. 

Orang yang pernah dikenalnya sebagai teman biasa. Ia yang pernah menitipkan pesan akan keberhasilan ku di kemudian hari. Dalam hati Taria,  ia merasa bingung tak mengerti apa yang harus ia lakukan. 

Entah ini perasaan kagum atau hanya sekedar sebuah ingatan pada saat masih di SMA. Sejenak Taria berbenak dalam hati.

Maafkan aku yang selama ini tak pernah menganggap kamu ada, tak pernah menganggap kamu sebagai orang yang spesial. Maafkan aku yang selama ini tak pernah peduli akan perasaanmu. Maafkan aku yang selama ini tak pernah memberimu kabar, meski hanya sekedar SMS atau menghubungi kamu. Justru aku tak pernah sedikitpun ada rasa untuk membalas pesan-pesan dari kamu.”

Dengan perasaan dingin, tak berani Taria membalas pesan itu. karena tak ada niat sedikitpun untuk mau membalasnya sebagai ucapan terimakasih….!!!!!