Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyesalan Tanpa Batas

Penyesalan tanpa batas
Gambar by @ Googler
Sekarang satu persatu mereka telah pergi menjauhi ku. Teman, saudara, bahkan keluarga seakan meninggalkanku satu persatu. Bagaimana tidak, dulu aku tergolong anak yang baik kepada orang tua. Dan di sekolahan aku termasuk siswa yang taat akan peraturan sekolah.

Tapi sekarang  keberadaanku berubah total. Ini semua terjadi karena pergaulan yang salah. Dan Yoga adalah sahabat yang telah menghantarkan ku kedalam  jurang hitam pergaulan bebas. Pergaulan yang membawa dampak buruk hingga aku kehilangan segalanya. 

Tak ada rasa percaya diri untuk bisa berubah menjadi diriku seperti dulu. Hal  inilah yang telah membawa ku semakin menyesal tanpa batas. Kini aku menyesali diriku sendiri. Sudah berulang kali aku mencoba untuk berubah, namun masih terjerembab kedalam dunia hitam.

Berawal ketika kenaikan kelas tiga SMA, aku dihadapkan dengan persoalan skor sing. Ternyata aku naik kelas bersyarat, Semua angka-angka di rapor ku menunjukan nilai yang buruk. Tidak ada nilai yang bisa aku banggakan saat itu. 

Begitu juga dengan absensi kehadiran ku selama dua semester. Sudah tertulis dua puluh hari aku tidak masuk sekolah dengan keterangan alpa. Sebenarnya aku tidak masuk sekolah lebih dari itu, tapi entah kenapa di keterangan rapor ku justru hanya tertulis 5 kali alpa.

Aku mulai mengenal Yoga ketika kenaikan kelas tiga. Saat itu aku tidak sengaja bertemu dengannya di halte persimpangan jalan menuju ke sekolah. Dia sedang duduk sendiri memangku tas kecil yang ia kenakan. Aku yang melihatnya dari kejauhan merasa kasihan lantaran waktu sudah beranjak siang

Dari pertemuan itulah keakraban ku mulai terjalin. Di sekolah Yoga tidak sekelas denganku, dia di jurusan IPS sedangkan aku di jurusan IPA. Di sekolah Yoga sangat dikenal dengan karakternya yang nakal, gaduh dan suka berantem dengan teman sekolah, sehingga sering kali ia mendapat hukuman dari pihak sekolah karena ulahnya.

Awalnya aku hanya sebatas teman, tapi karena selalu bersamanya dimana dia berada membuat aku terbawa akan kehidupannya. Tapi lambat laun, justru aku  terjerumus dalam jurang kenakalan. Sering tidak ikut jam pelajaran, pulang sekolah lebih awal di jam belajar, dan bahkan sering pula berantem membantu Yoga saat berkelahi, merokok dan minum-minuman sudah menjadi hal biasa aku lakukan.

Pagi itu aku berangkat ke sekolah lebih awal. Dengan menaiki sepeda motor, ku hampiri Yoga di rumahnya.

 “Tin..tin,..!!”
 “Yoga, ayo kita berangkat”. Sapa ku memanggil dari luar rumah.
“Iya, tunggu sebentar, Wan!. Jawabnya dari dalam rumah.

Tak lama kemudian, dari balik pintu muncullah Yoga setengah berlari mendekati ku. Dia kenakan seragam putih abu-abu lengkap dengan tas gendong ke sayangannya. Aku sudah menduga isi dalam tas yang selalu Yoga bawa. Kemana pun dia pergi pasti tas itu tak pernah lepas dari pundaknya. Bukanlah buku-buku pelajaran, pena atau pun alat tulis lain yang ada didalam tas itu, melainkan kaos dan jelana jens, serta sebungkus rokok dengan koreknya. Barang-barang itu tak pernah kosong dia bawa saat berangkat ke sekolah.

“Ayok, berangkat kawan”. Sapanya tepat didepan ku.
“Ada rencana yang menyenangkan untuk hari ini”. tambahnya, membuatku 
 penasaran.
“Tapi ga,.. Nanti jam pertama di kelasku ada ulangan Fisika. Jawabku langsung tanpa menanyakan rencana Yoga.
“Ah, kalau masalah ulangan itu soal gampang Wan. Kan bisa nyusul di lain hari? “Atau gak kamu minta bantuan sama temanmu untuk mengerjakannya. “Bereskan!!! Jawab Yoga lantang seakan mempermudah suasana.

Mendengar celoteh Yoga begitu gampangnya menganggap persoalan penting menjadikan hal yang sangat mudah tanpa mempertimbangkannya lebih dulu. “Pokoknya tenang aja Wan, hari ini kau harus ikut denganku. Kalau gak nanti kau akan menyesal sendiri. 

Nanti ada acara penting bersama dengan teman-temanku, jika kau adalah teman baik ku maka jangan sia-siakan kesempatan ini bersamaku.

 “Ayolah..” Ajak Yoga meyakinkan.
“Emang ada rencana apa, Ga.. Tanyaku singkat.
“Nanti kamu akan tau sendiri”.

Dari awal sebenarnya sudah ku duga, kalau rencana Yoga pasti ujungnya ngajak untuk bolos sekolah. Bermain dengan teman-temannya tanpa ada manfaat yang jelas. Nongkrong bareng sambil gitaran, bernyanyi ria dengan sajian rokok selalu menjadi santapan di kala bersama dengan teman yang lain.

Pagi itu aku berangkat bersama Yoga menyusuri jalan yang sering aku lalui setiap hari. Dalam perjalanan pikiran ku sungguh tak karuan, ingin rasanya untuk menolak ajakan Yoga karena aku ingin mengikuti ulangan fisika yang memang itu lebih penting . 

Tetapi aku takut kalau dikatakan aku adalah teman yang tidak setia. Tapi apa boleh buat, kalau Yoga bersi keras mengajakku dan mengatakan kalau aku tidak ikut pasti akan menyesal. Dengan begitu aku relakan diri ini mengikuti jejak-jejak Yoga dimanapun dia pergi.

Tepat di persimpangan jalan, tak jauh dari halte biasa Yoga menunggu mobil. Dia mengajak untuk berhenti sejenak. Aku tidak tau apa yang akan dia lakukan saat itu. Aku hanya menuruti apa yang dia perintahkan. Dan motor berhenti tepat didepan ruko di persimpangan jalan.

 “Wan.. !! Berhenti dulu di sini. Aku mau ganti baju.
 “Apa ga,..!!
 “Aku mau ganti baju dulu sebentar”. Jelasnya.
 “Emang kenapa dengan baju seragam itu!! Balasku menimpali.
 “Ngak!! Aku cuma khawatir kalau ada guru sekolah kita yang kebetulan lewat jalan
  Sini. Pasti kita kena hukum, kalau ketahuan bolos.
“Memang kita mau kemana si ga,, “Tidak kah kau beritahu aku sebelumnya. ucapku  penasaran.

“Kita Hapy parti bersama temanku yang baru pulang kerja. Dan kebetuhan hari ini dia sedang ulang tahun mengadakan acara kumpul bareng bersama teman yang lain. Jadi aku dapat undangan untuk menghadirinya. Aku mengajak mu karena kamu adalah teman yang paling aku percaya. Disana nanti aku akan memperkenalkan mu dengan teman-temanku yang lain. OKEY!! Jelasnya, membuatku mulai mengerti.

Ada sedikit rasa bangga dalam diriku ketika Yoga mengatakan kalau aku adalah teman yang dapat dipercaya olehnya. Mendengar penjelasan Yoga, aku termenung sejenak. Terdiam diri, seakan tak mengerti seperti apa acara nanti. Tak lama kemudian Yoga berjalan menuju gudang kosong yang sudah tidak dipakai lagi oleh pemiliknya. Gudang itu adalah gudang sembako yang belum lama ditinggal.

Terlihat jelas rak-rak kayu yang masih menempel disekitar dinding tembok yang biasanya untuk meletakkan barang-barang dagangan. Serta sisa-sisa minyak makan yang sudah menggumpal di sepanjang lantai.

 “Jangan lama-lama ga.” Sapa ku dari luar.
 “Ah.. iya!!, tenang aja Wan.” Kamu tunggu aja sebentar.
 “Terus aku gimana ya Ga, masak iya aku datang dengan pakaian seragam sekolah seperti ini. Apa kata teman-temanmu nanti.

 “Bagaimana kalau aku tidak ikut saja di acara itu ga”. Sapa ku dari luar.
 “Iya, Wan!!! Aku ngerti, masalah itu nanti gampang bisa diatur.
 “Diatur gimana maksud kamu!” tanyaku langsung.
 “Udalah… kamu gak usah banyak omong, nanti kita mampir ke tempat temen ku yang
 kebetulan kos di kompleks sekolah, dan nanti akan aku pinjamkan baju untukmu.

Setelah itu aku dan Yoga langsung menuju tempat kos yang dibicarakan sebelumnya. Aku memakai kaos oblong warna hitam yang Yoga pinjamkan dari temannya. Tepat pukul 10.00 pagi aku dan yoga sudah tiba di acara yang yoga bicarakan. 

Saat tiba di depan rumah seakan aku malu dengan keadaan sekeliling. Aku menoleh kekanan dan kekiri banyak sekali orang-orang yang sedang asyik menghibur diri dengan canda tawa mereka. Entah apa yang sedang mereka bicarakan ketika melihat ku berjalan bersama Yoga. 

Akupun semakin ragu untuk berjalan lebih cepat lagi, akhirnya ku perlambat langkah ku memasuki ambang pintu rumah.

Tak lama kemuadian terdengar suara memanggil nama yoga dari dalam rumah. Jelas sekali suara itu terdengar begitu keras. Aku pahami arah suara itu semakin mendekat ketelinga ku. Terlihatlah sosok laki-laki bertubuh besar berkulit putih datang menghampiri ku dan yoga seraya mengulurkan tangannya.

“Hai yoga!! apa kabar”. Senang bertemu denganmu. Sapa sosok orang itu yang belum
 ku ketahui namanya.
“Iya!! Kabar aku baik teman. Balas yoga begitu singkat tanpa menyebut nama
 panggilan orang tersebut.

Akupun semakin penasaran, siapa orang itu. Kenapa dia memandangi yoga dengan tatapan begitu aneh bagiku. Seperti ada yang sedang direncanakan. Tapi akhirnya aku buang pikiran negatifku jauh-jauh. Justru aku balas dengan senyuman ketika dia  memandang ku.

 “Oh iya, Ren perkenalkan ini teman sekolahku. Wawan namanya. Dia adalah teman

 baik ku di sekolah. Mendengar pernyataannya,  sontak kakiku menginjak kaki Yoga. Aku tak ingin dikatakan oleh Yoga kalau aku adalah teman baiknya. Padahal itu tidak, masih banyak teman-teman yang lain yang tentu baik juga. 

Yoga hanya tersenyum kecut kepadaku seraya tangannya mencubit pahaku sebagai balasannya. Setelah aku tahu kalau dia bernama Rendi. Sekejap ku ulurkan tanganku dengan sebongkah senyum sebagai tanda keramahan dan Rendipun kian membalas dengan ramah pula.

 “Ayo silakan masuk!!”  kita ngobrol-ngobrol aja didalam kayaknya lebih seru.

Aku dan yoga hanya membalasnya dengan anggukan kepala. Akhirnya kami memasuki ruangan yang terlihat begitu luas. Ruangan itu sudah disulap menjadi sangat indah, laksana istana kerajaan dengan sejuta pernak-pernik dan hiasan lampu  mengelilingi bagian atap. Aku hanya bisa memandangi ruangan itu dengan rasa kagum, karena baru kali ini aku melihat ruangan yang begitu mempesona. 

Berbeda dengan rumahku dan yoga.  Tapi aku mencoba untuk bersikap biasa, tidak menunjukkan sikap yang terlihat aneh. Anggap aja aku sering menghadiri acara yang seperti ini. Meskipun aku dalam posisi diam berdiri, tapi kepalaku tertuju kemana-mana menoleh kekanan dan kekiri seakan menghitung jumlah orang yang ada di ruangan itu.

“Kamu kenapa wan, kelihatanya mencari sesuatu” Tanya yoga.
 “Ah…!! Ngak papa ga, aku cuma penasaran dengan orang-orang yang ada disini
 Apakah mereka teman Rendi semua ga. Tanyaku singkat.

 “Oh..!! ya jelas lah Wan!! Rendi ini dulu adalah orang yang paling dikenal disekolahnya. Dia adalah kakak kelas ku. Tentu mereka yang ada disini adalah teman sekolahnya dulu dan sebagian dari rekan kerja dikantor.
“Oh, gitu..!! jawabku singkat.

 “Oh, ya wan..! Rendi ini adalah anak yang sudah sukses loh. sekarang Dia  bekerja di perusahaan ternama di kota Jakarta. Coba  kau lihat orang-orang yang ada disini, tentu mereka berpakaian rapi semua kan? Tidak seperti kita yang hanya memakai pakaian sederhana kaos oblong dan celana jens. Sedangkan kamu tu, pakai celana sekolah. Heeee.. Yoga seakan menertawakan penampilanku.

 Ya, aku seperti ini juga karena ajakan kamu yoga. Karena dari awal memang rencanaku mau berangkat sekolah. Tapi gak taunya malah kamu ngajakin ke tempat ini. wajar dong kalau aku masih pakai celana seragam sekolah. Balasku langsung.

 Iya-iya!! Aku bercanda teman. (heeee) jangan di masukan ke hati deh. Ni ya Wan, Perlu kau ketahui juga, dulu semasa Rendi masih anak SMA dia sering kali berbuat gaduh. Dia sering pula menjadi provokator tawuran antar sekolah. Dulu sempat Rendi dimasukkan ke tahanan karena menganiaya anak sekolah lain sampai meninggal dunia.

“Wah…!!! Sampai segitunya ya”. Jawabku penasaran.
“Terus sejak kapan kamu mengenal Rendi Ga”. Tambah ku singkat.

“Waktu itu aku masih duduk di bangku SMP, dan aku menjadi korban salah paham oleh teman-temannya. Aku diamuk masa hingga muka ku lebam. Karena tidak tahu asal-usul permasalahan, akhirnya Rendi dan teman-temannya meminta maaf kepadaku. 

Sejak itulah Rendi mengajak ku berteman. Saat itu hari-hari ku sering kali ikut-ikutan dimanapun Rendi berada. Terkadang ikut membantu tawuran dengan sekolahan yang lain.

Bahkan pernah, Rendi mengajakkan ke tempat yang belum pernah aku ketahui sebelumnya. Ditempat itu, banyak sekali teman sekolahnya yang sedang asyik joget dengan iringan musik Dj. Mereka sedang bergembira ria bernyanyi dengan suara tak karuan. Saat ku perhatikan mereka sudah dalam keadaan mabuk. Kedua tangan mereka memegang botol minuman keras. 

Saat di tempat itu aku dipaksa oleh Rendi dan teman-temannya untuk mencoba rokok yang aku rasakan begitu nikmat. Rasanya badan ku seakan melayang hingga aku tak sadarkan diri. 

Akhirnya kebiasaan ini aku lakukan hingga Rendi lulus SMA. Sekarang baru kali ini aku dan Rendi bertemu, makanya dia mengajak ku untuk merayakan masa lalu yang dulu pernah kita rayakan bersama.

Mendengar penjelasan Yoga aku mulai mengerti siapa sosok Rendi sebenarnya. Ada rasa takut dan was-was kalau nantinya akupun ikut dengan kebiasaan yang Rendi lakukan bersama Yoga. 

Aku takut dengan orang tuaku kalau mereka tau sekarang aku tidak berada di sekolah. Melainkan sedang asyik bersama dengan teman yang belum aku kenal.