Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Maafkan Aku Teman

Maafkan aku teman
Gambar by Google
Namaku Nova rianti, biasa di panggil Nova. Aku adalah siswa kelas VIII yang saat ini sekolah di Madrasah Tsanawiyah Roudlatul huda. Setiap hari aku berangkat ke sekolah bersama dengan teman ku Dian. Dia adalah teman baik ku satu satu kales. Selain Dian ada juga Devi, Melinda, Maura, Ida, Siti Junaidah, Dela adelia dan masih banyak lagi teman yang lain. 

Selama di sekolah Madrasah  Tsanawiyah Roudlatul huda aku sangat menyukai teman-teman ku. Mereka suka membantu disaat aku sedang kesulitan dalam mengerjakan tugas latihan dan tugas PR. 

Setiap hari aku dan teman-temanku belajar mengikuti materi pelajaran yang di berikan oleh bapak ibu guru di sekolah. Apalagi bapak ibu guru di sekolah kami juga sangat baik, termasuk guru mata pelajaran IPA. Namanya adalah Bu Ina. 

Meski Bu Ina bukan wali kelas kami tetapi Bu Ina sangat sayang kepada murid-muridnya. Apalagi Bu Ina memiliki tanggung jawab sebagai guru pelajaran IPA yang patut kami contoh. Jujur aku merasa bangga menjadi muridnya, terlebih di Madrasah MTs ini.

Selama aku di kelas VIII, jujur aku belum pernah bertugas sebagai pengibar bendera pada saat upacara di hari Senin. Biasanya aku hanya sebagai pembaca naskah UUD 1945. Satu hal yang membuatku takut menjadi petugas upacara adalah kalau aku ditunjuk sebagai pengibar bendera. 

Karena pengibar bendera selain harus kompak, juga perlu gerak jalan yang sempurna, sedangkan aku tidak bisa untuk melakukan hal itu.

Lalu Bu Ina menyuruh Rahma untuk menjadi petugas pengibar bendera. Dan Rahma pun bersedia mengikuti perintah dari Bu Ina. Sebelum hari Senin tiba, kami sudah melakukan latihan berulang kali. Pada hari 

Kamis, Jumat dan Sabtu kami aktif latihan upacara. Ini kami lakukan agar pada hari Senin besok kami benar-benar sudah siap. Dalam suasana latihan, Bu Ina selalu mendampingi kami. Apabila ada yang salah dari kami Bu Ina langsung memberitahu dan membenarkannya. 

Pada hari Senin pagi cuaca di sekitar sekolah ku sangatlah cerah. Matahari pagi mulai bergerak keatas dari ufuk timur. Aku dan teman Sekelas ku Nina, Dela. Ida, Rahma, Maura, Junaidah, Misja, Adul Menjadi petugas upacara. 

Aku bertugas sebagai pembaca naskah susunan upacara, Nina bertugas sebagai pembaca UUD 1945, Dela bertugas sebagai pembaca doa, Ida, Rahma, dan Maura bertugas sebagai pengibar pendera. Sedangkan Junaidah bertugas sebagai drigen, Misja sebagai pemimpin dan Adul sebagai pembawa teks pancasila.

Pukul 07.05 kami sudah berkumpul ditengah lapangan sekolah. Kami sudah mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan upacara. Kebetulan jadwal yang menjadi pembina upacara adalah Bu Ina. Kemudian bel berbunyi pukul 07.15 menit, bertanda waktu pelaksanaan upacara akan segera di mulai. Semua siswa MTs sudah berada di tengah lapangan dengan seragam yang lengkap. 

Ketika upacara akan di mulai, tiba-tiba Rahma yang tidak mau menjadi pengibar bendera. Ia berkata tidak berani, takut kalau nanti ada kesalahan pada saat gerak jalan atau pas penarikan bendera. 

Rahma takut jika ia ditertawakan oleh teman-temannya yang ada di lapangan. Dalam suasana itu, Rahma lantas pergi dan menuju ke bagian paduan suara. Dia berlari sangat cepat. Aku yang melihatnya lantas datang menghampiri Rahma.

“Rahma..! Kenapa kamu tidak mau bertugas?” 

Padahal kemarin kita sudah latihan berulang kali. Kenapa sekarang justru kamu tidak mau bertugas!. Kamu jangan membuat suasana upacara hari ini menjadi kacau ya? Coba lihat sekarang sudah jam berapa Rahma! Ucap ku padanya.

“Iya, aku minta maaf..! Aku malu dan takut kalau salah. Aku tidak berani bertugas sebagai pengibar bendera. Aku kemarin mau latihan karena aku terpaksa. Jadi maafkan aku ya, tolong gantikan aku dengan yang lain saja. Ucap Rahma memberi alasan.

“Ya..! Tidak bisa semudah itu Rahma!” Kamu harus bertugas sebagai pengibar bendera loh! Coba lihat teman kita yang lain, mereka sudah siap semua. Ini tinggal kamu saja yang mendadak tidak tidak siap untuk bertugas. 

"Ingat Rahma, anggap saja hari ini adalah hari yang penuh pengalaman." Kalau misalnya nanti ada kesalahan, itu hal yang wajar. Toh kita juga masih dalam belajar. Iya..! Kan!

Rahma yang baru saja saya ingatkan, hanya bisa diam tanpa ada jawaban lagi. Kepalanya menunduk kebawah memandang sepatu yang ia pakai. Beberapa kali aku sapa lagi, tetapi tidak juga ia jawab. 

Sampai akhirnya terlihat oleh ku kalau Rahma justru malah menangis. Atas kejadian itu membuat ku jengkel, karena dari kemarin sudah latihan capek-capek giliran di hari pelaksanaan upacara justru mendadak mengundurkan diri. 

“Huuuu!!! Rahma payah..!” Jawab ku keras sambil meninggalkan Rahma yang masih menangis. 

Sementara dari kejauhan Bu Ina memperhatikan apa yang terjadi di lapangan. Bahkan teman yang lainnya juga. Pandangan mereka tertuju pada ku dan Rahma yang sedang berdebat. Lalu Misja juga ikut mendekati Rahma dan mencoba membujuknya supaya mau bertugas kembali seperti waktu latihan kemarin.

“Rahma..! Ayo kita mulai upacara.” Ingat posisi kamu kemarin sebagai pengibar bendera. Ucap Misja.
“Iya aku tidak mau Misja?” Aku tidak mau bertugas!” Sambil menangis Rahma seolah meminta belas kasihan. 

Kemudian Asep datang dan ikut menghampiri Rahma.

”Cepat Rahma..! Lihat waktu sudah jam berapa ini?” 

"Kamu jangan mengecewakan kelas kita didepan Bapak Ibu guru."
"Apalagi teman-teman kita sudah siap semua untuk bertugas, kecuali kamu yang mendadak mundur. Huh….! Payah.  Ucap Asep menambahkan penjelasan dari Misja. 

Sementara Adul yang sedang memegang naskah pancasila ikut memanggil Rahma dari kejauhan. 

‘Rahma..! Cepat!” Ini sudah setengah delapan lebih. Kalau kamu seperti ini, kapan akan mulainya!. Ucap Adul sedikit keras.

“Kenapa kalian banyak mengatur sih! Kalau aku berkata tidak ya tetap tidak!” 
“Aku tidak mau bertugas!” Jangan paksa aku lagi! Balas Rahma sambil terisak.

Dari arah belakang, ternyata Bu Ina datang menghampiri kami dan langsung menanyakan kepada kami untuk mencari pengganti di posisi Rahma. Tanpa berfikir panjang Bu Ina seolah tahu apa permasalahan di pagi itu mengenai Rahma yang mendadak tidak mau bertugas.

“Sudah kalian tidak perlu berdebat lagi.” Ucap Bu Ina. 

“Sekarang kamu cari dari teman yang lain, untuk menjadi petugas pengibar bendera. Kalau Rahma tidak mau bertugas, jangan di paksa lagi. Kasihan. Sekarang waktunya sudah siang, silahkan kalian ajak teman yang kalian kalau masih belum ada yang mau menggantikan Rahma boleh kalian cari dari kakak kelas kalian. Ucap Bu Ina menjelaskan dan mencari solusi terbaik kepada kami.

“Iya bu!” Jawab Misja. 

Akhirnya Misja menyuruh Hamim siswa dari kelas IX untuk membantu menjadi petugas pengibar bendera. Dan pelaksanaan upacara di pagi itu berjalan dengan lancar tanpa adanya kesalahan. 

Semua siswa MTs mengikuti upacara dengan khidmat dan penuh perhatian saat pembina upacara menyampaikan sambutan. Dalam sambutannya Bu Ina menyampaikan tentang pentingnya kerja sama untuk saling membantu antar sesama teman. 

Jangan saling memaksa satu sama lain. Bu Ina juga menambahkan, “Mari kita jaga kebersamaan ini untuk saling menghargai keputusan dan selalu melakukan perbaikan seperti evaluasi diri.

Setelah 30 menit berlalu pelaksanaan upacara telah selesai. Semua berjalan dengan lancar. Aku bersama dengan teman yang lain, lantas menghampiri Rahma dan meminta maaf atas kesalahan tadi. 

Kami terlalu memaksa kehendak orang lain, tanpa memikirkan diri sendiri. Bagaimana kalau posisi ku seperti Rahma, mungkin aku juga akan mengalami hal yang sama. Takut salah saat bertugas, dan malu apa bila di tertawakan dengan teman yang lain.

“Maafkan aku ya Rahma.! Maafkan teman mu ini?” Ucap ku bersama dengan teman yang lain.

“Iya, maafkan aku juga ya?” Karena telah mengecewakan kalian semua. Aku berjanji suatu saat nanti kalau yang bertugas sebagai pengibar bendera adalah aku. Aku akan akan siap untuk belajar dan serius untuk latihan. Ucap Rahma kepada ku dan  teman yang lain.

Akhirnya kami semua saling tersenyum dan berjabat tangan saat memasuki kelas.


Nova Rianti