Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Anakku Maafkanlah Ibu

Anakkau maafkanlah ibu
Gambar by Google

Pagi yang cerah. Matahari bersinar dari arah timur seolah  menyongsong orang-orang untuk bersiap-siap menyibukkan diri. Entah sejak kapan manusia mulai terbiasa untuk bekerja di saat matahari bersinar terang di siang hari dan manusia beristirahat pada saat menjelang matahari mulai terbenam. 

Meskipun ada banyak dari manusia yang melakukan aktivitas pekerjaannya terbalik dari keadaan waktu. Antara siang dan malam, tidak menjadi perbedaan. Mereka hanya melakukan apa saja yang sudah menjadi aktivitasnya sehari-hari. Tetapi adakah awal mula yang menyebabkan semua kebiasaan-kebiasaan ini dilakukan oleh manusia sebelumnya.

Apakah sejak manusia pertama lahir di bumi ini sudah secara alami memulai kebiasaan mereka sebagai pekerja pencari harta. Apakah ada manusia pertama  di zaman dahulu yang mencoba untuk melakukan uji coba penelitian sebelum mereka memutuskan tentang apa yang sudah menjadi kebiasaan manusia saat ini.

Ini mungkin sudah menjadi sebuah takdir tuhan!
Sudah menjadi bagian dari garis besar akan kehidupan manusia sekarang.
Serta menjadi hukum sosial antara sesama manusia untuk terus berbagi dan mengasihi satu sama lain!

Kini sudah dua hari hujan turun mengguyur desa Banyumas. Sebuah desa kecil yang berjarak kurang lebih 11 Km dari arah kota. Banyak orang yang menyebutnya desa Banyumas sebagai istilah jantungnya desa. Karena lokasinya berada di titik tengah dari desa-desa yang lain. 

Dari pagi hingga menjelang petang, masih ada sisa air hujan yang  membasahi setiap rumah-rumah. Gerimis tidak kunjung reda. Hal itu, membuat desa itu sepi dari hari biasanya. Kumpulan para pedagang yang biasa mangkal di pinggir jalan kompleks pasar, kini tidak terlihat lagi aktivitasnya. Hanya ada gerobak-gerobak kosong yang tertata rapi di setiap sudut pasar. 

Semuanya di biarkan saja kehujanan. Meski malam itu, lampu jalan tidak padam tetapi aktivitas para manusia seolah menghilang hingga membuat di sekitar kompleks situ menjadi sangat gelap.

Hujan masih tak kunjung reda. malam ini Janah tidur lebih awal. Tidak seperti biasanya dia sering begadang sampai larut malam. Bahkan pernah waktu ada tugas sekolah yang harus dia kumpul di esok, dia rela mengorbankan sebagian waktunya ditengah malam sampai menjelang subuh untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran IPA tentang hasil penelitiannya bersama dengan anggota kelompok lain. Namun di waktu itu ia kerjakan sendiri tanpa bantuan teman yang lainnya.

Tapi berbeda untuk malam ini. Pukul 20.00 Janah sudah terbaring lemas di atas tempat tidur. Badannya ia sandarkan pada boneka besar Hello Kity pemberian dari temannya  Lusi. Malam yang dingin, dan sepi membuat Janah semakin lupa dengan apa yang seharusnya dia lakukan. 

Biasanya sebelum tidur ia menyiapkan segala keperluan sekolah. Termasuk menyiapkan buku-buku pelajaran yang akan di bawanya di hari esok. Tapi malam ini tidak. Sekarang ia telah terlelap tidur lebih awal karena merasa capek dengan aktivitas seharian di sekolah.

Saat itu, pintu dan jendela masih terbuka lebar. Semilir angin kian terasa menusuk kulit. Angin yang masuk dari arah jendela membuat tubuh Janah mulai menggigil kedinginan. Tepat di depan kamar Janah terlihat dua sosok manusia paruh baya yang saat itu sedang  duduk di kursi sofa.  Mereka tak lain adalah ayah dan ibu Janah yang sedang menonton televisi. 

Melihat pintu kamar Janah terbuka, lantas ibunya segera berdiri dan masuk ke kamar Janah. Sesampainya di dalam kamar, ibunya menggelengkan kepala seperti ada sesuatu yang akan dikatakan. 

Entah apa itu? yang pasti ketika melihat anaknya yang sedang tidur lalu ditariknya kain tebal dan diselimutkan pada tubuh Janah. Ibunya melihat wajah anak Janah yang sembab seperti sedang kelelahan. Ia merasa sangat sedih dengan anaknya. Karena baru malam ini, ibu dan ayahnya ada di rumah bersama dengan Janah. 

Biasanya kedua orang tuanya kalau sudah menjelang sore, mereka berdua pergi dari rumah menuju ke pasar untuk menjajakan barang dagangan. Ibunya adalah penjual gorengan sedangkan ayahnya adalah penjaga parkir di sekitaran toko komplek pasar.

Hampir lima belas tahun lamanya profesi pedagang gorengan sudah mereka jalani. Pamit manis sudah berulang kali mereka rasakan. Dari tempat mereka berjualan di bongkar kemudian di usir untuk pindah karena tidak bisa membayar tagihan perpanjangan kontrak. 

Dan yang lebih menyedihkan lagi, pernah waktu itu barang yang mereka jajakan tidak laku sama sekali. Ditambah di tempat parkir ayahnya sangat sepi kendaraan bermotor yang parkir.  

Tetapi karena hampir setiap malam hujan mengguyur terus-menerus membuat orang tua Janah sengaja tidak pergi berdagang. Toh kalau di paksakan untuk berdagang pasti tidaklah laku dari hari biasanya. Ketika malam itu, ibunya melihat Janah sangat berbeda. Baru kali ini, ia melihat anaknya tertidur di kamar. 

Biasanya mereka tidak pernah tahu sama sekali. Kalaupun tahu, mungkin pas waktu mereka berdua pulang dari berdagang.

Sedih rasanya melihat anaknya yang sudah mulai tumbuh dewasa, tetapi kurang mendapat perhatian dari orang tua. Waktu itu, semenjak Janah duduk di bangku SMP. ibunya sering kali meninggalkan Janah sendirian di rumah.  

Hanya karena ingin bekerja dan mendapatkan uang untuk berbagai keperluan hidup termasuk biaya sekolah Janah. Dan sekarang Janah sudah duduk di bangku sekolah SMA jurusan IPA

Malam itu, di saat Janah masih tidur ibunya mencoba mengusap rambut pendek Janah pendek. Berulang kali ia lakukan dengan sangat pelan penuh dengan kasih sayang. Melihat wajah Janah yang lelah, ada sebongkah rasa kesedihan yang ibunya simpan. 

Rasanya ingin ia ucapkan kesedihan itu kepada Janah langsung. Tetapi karena itu tidak mungkin, maka hanya doa-doa saja yang ibunya panjatkan. Sambil berkata pelan mulut ibunya mulai berucap.

“Anak ku,”  semoga engkau menjadi seorang yang berguna dan berbakti kepada orang tua. 
“Maafkan ibu dan ayah mu ini yang selam ini kurang perhatian kepada mu.” Ibu tahu, kalau ini adalah adalah salah. Karena tidak bisa menjaga dan menemani mu setiap malam. Maafkan ibu nak!!! Ucap ibu Janah merasa sangat sedih.

Kemudian ibunya menutup jendela yang dari tadi masih terbuka lebar. Ternyata di saat itu juga, ibunya melihat secarik kertas putih tertempel pada sterefom yang tertuliskan kalau suatu saat nanti ia ingin menjadi seorang dokter yang sukses bisa membantu orang-orang yang membutuhkan ilmunya di dibidang kesehatan. 

Ia ingin membatu antara sesama bagi orang yang sedang sakit. Di bagian pojok bawah tertuliskan huruf kecil nama Janah yang sudah ia tambahkan dengan tulisan “dr.Janah” lengkap dengan tanda tangannya.

Ibunya terpaku melihat tulisan itu, tulisan yang menurutnya berisikan tentang keinginan anaknya untuk menjadi seorang dokter. “Sungguh engkau anak ku Janah, maafkan orang tua mu ini nak.” Ketika kamu punya cita-cita yang mulia tetapi orang tua mu tidak bisa berbuat apa-apa. 

Orang tua mu hanya seorang pedagang gorengan biasa. Sedangkan keinginanmu adalah menjadi seorang  dokter yang pasti banyak sekali biayanya. Apakah mampu untuk membiayai kamu sekolah nak..! Oh..! Maafkan ibu mu ini Janah. Ucap Ibu Janah pelan, hingga membuatnya menangis.

Lalu dilihatnya lagi anaknya yang masih tertidur dalam posisi memeluk boneka. Kain selimut penutup tubuh, kini telah berbuka lagi. Dengan keadaan anaknya yang tidur dengan tingkah seperti itu membuat ibunya tahu betul kalau anaknya pasti merasa capek dan kelelahan.

Ibunya sudah paham betul tingkah laku anaknya sekarang kalau pas lagi capek. Yah..! seperti ini kalau pas lagi tidur tidak tenang. Janah sering gerak kesana kemari menganti posisi tidur. Dahulu ketika Janah masih kecil, ia berbicara kepada ibunya untuk dibuatkan air susu hangat. 

Kemudian ia minta badannya di pijat pada bagian yang sakit. Tetapi sekarang, semenjak beranjak dewasa, Janah tidak pernah minta dibuatkan susu hangat oleh ibunya. Apalagi harus minta di pijat segala. Ia merasa malu dan kasihan kepada ibu dan ayahnya yang sudah bekerja setiap malam mencari uang untuk biaya sekolah.

Ketika badan terasa capek, ia hanya diam saja dan segera ke kamar tidur untuk istirahat. Perubahan pada Janah dirasakan oleh ibunya semenjak dua tahun ini ketika di bangku SMA.  

Saat itu, ibunya masih saja mengusap rambut Janah. Entah kenapa malam itu ibunya ingin berlama-lama di kamar anaknya. Mungkin karena rindu akan perubahan pada Janah yang dulu waktu masih kecil, atau karena kasih sayang ibunya yang sudah jarang ia lakukan pada anaknya. 

Kemudian ibunya berkata pelan, mencoba untuk membangunkan Janah dari tidur. Ia ingin berkata banyak kepada anaknya, tetapi malu untuk berucap. 

Apalagi kalau nanti Janah menanyakan tentang keinginannya untuk melanjutkan kuliah di jurusan kesehatan dan menjadi profesi ahli kedokteran. Tentu membuat ibunya tidak tahu harus menjawab apa. Tetapi keinginan di malam itu untuk menyapa Janah semakin kuat dirasa. 

Ia ingin mendengar suara anaknya yang sama seperti tiga belas tahun yang lalu. Suara yang penuh dengan ke ceria dan manja. Tapi sekarang entah kenapa, ia tidak berani untuk berucap menyapa Janah. Dan akhirnya..!

“Nak..!” 
“Nah..!” 
“Anak ku Janah..! bangunlah, “ kata Ibunya pelan.

Akhirnya ketita nama Janah di sebut beberapa kali. Nampaklah dua bola mata yang bulat dan lesung pipit yang nampak jelas ketika Janah tersenyum pada ibunya. 

Mendapati Janah yang akhirnya sudah terbangun, lantas membuat ibunya bingung mau bicara apa. Ia tidak belum berani menanyakan tentang kelanjutan sekolah untuk kuliah di bidang kesehatan. Ia takut mau menjawab,  kalau Janah tanya soal cita-citanya menjadi seorang dokter.

“Ibu..!” Jawab Janah pelan.
“Ibu ada apa membangunkan ku buk..!” Balas Janah lagi, seolah penasaran.

Mendengar jawaban Janah, lantas membuat ibunya gugup dan memalingkan pandangannya keararh lemari baju yang terlihat sehelai kain sajadah berwarna biru. Dengan melihat itu, ibunya tahu pertanyaan apa yang harus di jawab untuk anaknya.

“Maaf Janah, ibu membangunkan mu!”
“Ibu hanya ingin berkata, “Apakah Janah sudah sholat isya'? Ucap ibunya pelan yang terlihat sedikit mulai gugup karena memberi pertanyaan yang alasannya secara spontan untuk mengelak.

“Oh..! Tadi Janah sudah sholat buk!” balas Janah.
“ya, sudah kalau begitu.” Ibu hanya memastikan saja, siapa tahu Janah belum sholat isya'. Balas ibunya lagi.

Mendengar jawaban dari ibunya, seketika Janah tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala bertanda kalau ia sudah melakukan sholat isya'. Sedangkan ibunya hanya membalasnya lagi dengan senyuman. 

“Maafkan ibumu ini Janah!” Ucapnya dalam hati.