Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ungkapan Hati Buat Bu Winda

Ungkapan hati buat bu winda
Gambar by Google
Pernahkah teman-teman jatuh cinta dengan sahabat sendiri yang satu pekerjaan dan satu kantor? Kalau pernah, bagaimana hubungannya sekarang? Apakah masih lanjut pacaran dan memutuskan untuk menikah atau malah justru putus di tengah jalan berpisah dan tidak saling mengenal satu sama lain. Ya kalau memang ini keduanya benar terjadi pada diri teman-teman, aku ingin tahu bagaimana cerita selanjutnya! Heheee..! 

Kalau ada yang benar pacaran dan memutuskan untuk menikah, saya ucapkan selamat ya? Semoga hubungannya semakin langgeng dan makin kompak aja. Tapi kalau yang merasa gagal dan putus di tengah jalan, saya ucapkan selamat juga ya? Mungkin dia bukan jodohmu! Heheee..! coba cari yang lain, semoga dipertemukan dengan yang lebih baik lagi sesuai dengan yang diharapkan. Amin..! hehe semangat!

Kali ini saya akan menceritakan apa yang menjadi kegelisahan ku selama ini. Mungkin kisah ceritanya sama dengan yang teman-teman alami. Tetapi hanya waktu, tempat dan suasana saja yang berbeda. 

Saat ini aku bekerja di salah satu instansi swasta yang ada di daerah ku. Kebetulan aku baru tiga tahun ini bekerja. Dan aku sangat menyukai pekerjaanku. Setiap hari aku berangkat kerja selama satu minggu penuh, tanpa ada hari libur. Aku libur kerja kalau ada tanggal merah atau karena aku izin ada acara tertentu. 

Selama kurang lebih tiga tahun aku menikmati apa yang menjadi pekerjaanku. Tetapi akhir-akhir ini ada yang membuatku merasa canggung. Bukan soal masalah pekerjaan, tetapi karena perasaan ku seperti ada yang berbeda saat di kantor. Secara diam-diam aku mengagumi salah satu sahabat kerjaku sendiri. Sebut saja nama Bu Winda.

Banyak dari teman-teman sekantor mamanggilnya Bu Winda. Usianya 30 tahun, sedangkan aku 32 tahun. Jadi dia lebih muda dari usiaku. Selama ini, yang aku tahu Bu Winda masih sendiri alis jomblo belum punya pacar atau calon suami.

Entah kenapa, setiap saya ada di kantor pikiran ku selalu tertuju pada Bu Winda. Apakah Bu Winda hari ini berangkat? Sekarang Bu Winda dimana ya?. Kenapa Bu Winda tidak terlihat di meja kerjanya? Huf..! Hatiku selalu berkata seperti itu. Padahal ini hanya perasaan ku saja yang terlalu berlebihan. 

Belum tentu Bu Winda tahu perasaan ku juga. Ya..! ini lah aku yang selalu berharap orang lain tahu. Heee..!

Selain cantik dan baik, Bu Winda juga pintar dalam segala hal. Di mataku dia adalah sosok perempuan yang luar biasa dan bekerja keras penuh dengan pendirian. Tidak ada kata menyerah apa lagi harus putus asa.

Pernah saat itu, Bu Winda ditugaskan oleh pemimpin kantor untuk menjadi pemateri dalam pengawasan kelas. Ternyata hasilnya sangat luar biasa, dia diberi penghargaan oleh tim penilai dengan predikat sangat baik.

Bukan hanya dari prestasinya saja yang membuatku tertarik sama Bu Winda. Melainkan masih banyak lagi yang lainnya. Kalau boleh jujur, laki-laki mana yang tidak naksir dengan wanita seperti Bu Winda. Orang yang baru mengenalnya saja pasti langsung di buat kagum dan klepek.. klepek!!. Hehee…!

Termasuk aku sendiri. Apalagi  postur tubuh Bu Winda yang sangat aduhay…! Tinggi dan berat badannya yang menurutku sangat ideal bagi ukuran kaum perempuan. Tetapi, sepertinya dia tidak pernah menyadari hal itu, hanya sikap kesederhaan yang ia tampakkan ke teman-teman satu kantor. Apapun yang ada dalam dirinya adalah sisi kelebihan yang ia miliki sebagai nikmat syukur atas pemberian dari tuhan. 

Memang lebih dari posturku. Dan kalau dikata orang bodynya seperti layaknya sebuah gitar spanyol. Hehehe…! Padahal aku juga belum pernah melihat gitar spanyol seperti apa, apalagi memilikinya. Huhuhu…..! ada-ada saja ya! 

Pagi itu, aku berangkat kerja lebih awal dari waktu biasanya. Pukul 08.00 aku sudah berada di dalam kantor dan mulai merapihkan tempat kerjaku. Dari membereskan tumpukan buku yang berserakan di atas meja dan membersihkan tempat duduk ku sendiri.

Waktu itu, Bu Winda belum juga datang. Terlihat dari tempat duduknya belum ada jaket dan tas yang biasa ia letakkan di bagian samping bawah meja tempat ia bekerja. Aku yang penasaran mencoba untuk mendekati tempat duduknya. Yah..! Ternyata benar, belum juga ada tas di situ. Emmm..!

“Apa hari ini dia tidak ada berangkat ya?” Pikiran ku mulai menebak-nebak sesuatu yang belum pasti.

“Yah..! memang Bu Winda belum berangkat juga!” Gumam ku dalam hati.
Hingga 15 menit berlalu saat aku sedang baca-baca buku terdengar ada suara dari arah pintu mengucapkan salam.

“Assalamualaikum..!” Suara yang terdengar begitu pelan tetapi jelas. Aku yang mendengarnya lantas menjawab salam tersebut. “Walaikumsalam..!” Jawabku pelan. Aku sudah menduga suara siapa yang mengucapkan salam tapi. Pasti Bu Winda, karena suaranya sudah tidak asing lagi!.  Ya..! ternyata benar dugaan ku. “Bu Winda..!” 

Pagi itu Bu Winda begitu cantik, wajahnya terlihat sangat cerah. Memakai switer warna coklat sama dengan jilbabnya. Aku yang saat itu hanya sendiri merasa canggung melihatnya. Rasanya ingin sekali menyapa, tapi aku malu. Aku tak berani dengan sikapku yang pendiam. Lantas ku perhatian setiap aktivitasnya di meja kerja. Sesekali aku meliriknya, ternyata dia juga memperhatikan ku. Aku lantas tersenyum tipis padanya sebagai tanda sebuah isyarat.

Keheningan didalam kantor semakin membuatku menjadi tambah canggung  mau bicara apa dengan Bu Winda. Kalaupun aku berani, pasti aku bertanya banyak tentangnya. Dari bertanya bagaimana kabarnya, keluarganya, bahkan tentang siapa orang yang lagi dekat dengannya.

Apakah sudah ada calon pendamping hidup apa belum dan lainnya sebagainya. Termasuk aku ingin bertanya lagi kalau aku dia-diam menyukai mu Bu Winda. Heheee..!! Tapi apalah daya, sikapku yang pemalu menjadikan mulutku kelu untuk berucap. 

Sekarang ini hanya bisa memandangi wajahnya yang cantik cukup membuatku bahagia. Biar perasaan ini aku simpan terlebih dahulu, dan suatu saat nanti akan aku ungkapkan padanya. 

Malam semakin larut gelap mencekam suasana ruang kamar ku. Sudah tiga jam lamanya listrik padam masih belum juga hidup. Padahal biasanya, listrik padam hanya sebentar saja. Tapi malam ini ternyata tidak.

Entah kenapa! Mungkin ada kesengajaan pemutusan arus atau ada kerusakan jalur pada gardu PLN. Aku yang saat itu mencoba untuk tidur lebih awal terasa susah untuk memejamkan mata. Ku lihat jam pada ponselku sudah menunjukkan pukul 21.10 menit. Lalu aku mengirimkan pesan whatsapp ke nomor Bu Winda.

“Assalamualaikum bu?” Sapa ku singkat. Aku berharap waktu itu Bu Winda belum tidur dan langsung membalas pesan ku. Hingga tak lama kemudian ternyata benar, ada pesan balasan masuk darinya.

“Iya walaikum salam bapak!” Balasnya.
“Belum istirahat tah bu!” Balasku menimpali.
“Emm… ! belum ini pak, masih garap kerjaan yang tadi siang belum selesai pak!” Tumben jam segini kirim pesan, ada apa ya pak! Ungkapnya menanyakan kembali alasan ku.

“Tidak ada apa-apa bu! Aku hanya ingin menyapa bu Winda aja!” 
“Oh..! kiraian ada hal penting pak!” Ya sudah saya mau lanjutkan kerjaan lagi ya pak?
“Iya, bu..! Silahkan!” Semangat Bu Winda?”
“Iya pak..! terimakasih!”  Balasnya kembali.

Setelah hari itu, aku sering kali berkirim pesan dengan Bu Winda. Baik di kantor maupun di rumah aku selalu menanyakan apa aktivitasnya. Dia pun demikian, juga sama seperti ku. Jujur aku merasa sangat senang dengan sikap dan perubahan pada dirinya. Ternyata Bu Winda seolah tau apa yang aku rasakan sekarang ini. Ya..! mudah-mudahan ketika aku mengungkapkan kata cinta padanya, dapat di terima dengan perasaan yang sama.

Setiap hari, selama di kantor kami selalu bersama. Baik saat menyelesaikan pekerjaan, atau pas waktu ada tugas luar. Keakraban ini kian menjadi nyata, bahkan dari teman-teman satu kantor yang lain mengira kalau aku sudah menjalin hubungan spesial antara kami berdua.

Terkadang dari teman-teman kantor ada yang iseng mengucapkan Cie..cie….! Akhirnya kalian pacaran ya..! Hahaaa.. Akhirnya ketahuan juga! Waktu teman-teman menanyakan demikian, aku hanya membalasnya dengan senyum. Sementara Bu Winda hanya merundukkan kepada seolah mencari sesuatu. Padahal dalam hatiku ingin sekali jadian beneran dengan Bu Winda.

Kehadiran Bu Winda yang selama ini selalu mengusik kegelisahan ku kian menjadi asa dalam sebuah penantian. Perasaan ku yang sudah tak tertahankan lagi ingin mengatakan yang sejujurnya semakin menjadi.

Hingga akhirnya pada waktu siang saat istirahat kantor aku mengirimkan pesan pada Bu Winda yang isinya adalah aku ingin bertemu dengannya di taman kota sore ini. Dan Bu Winda menyetujui permintaanku.

Sore hari pukul 16.00 aku sudah berada di taman kota. Saat itu aku duduk di antara akar pohon yang besar dan rindang. Aku merasakan kesejukan yang luar biasa. Semilir angin terus berhembus mengitari pepohonan hingga membuat daun-daun tua berjatuhan.

Suasana di taman kota hari ini sepi oleh pengunjung. Hanya ada beberapa pedagang es cincau yang biasa mangkal di area taman kota. Tak lama kemudian terdengar suara dari arah belakang mendekati mendekati posisi ku duduk. Hingga membuatku penasaran, lalu aku menolehnya ternyata adalah Bu Winda. 

Aku tersenyum melihatnya. Kecantikan Bu Winda sore itu semakin membuat suasana di taman kota menjadi tambah sejuk. Aroma parfum kasturi yang sering Bu Winda pakai telah menusuk kedua lubang hidungku. Oh..! Bu Winda akhirnya engkau datang juga.

“Selamat sore pak..!” Ucapnya pelan.
“Iya, selamat sore juga bu?” 
“Maaf ya, kalau lama menunggu. Soalnya tadi dari kantor aku pulang dulu kerumah.”
“Oh iya bu, tidak apa-apa. Aku juga belum lama di sini kok!” Balasku. Ku lihat Bu Winda hari ini luar biasa cantiknya. Apalagi saat itu, dia sudah mandi. 

Sementara aku tadi pulang dari kantor langsung menuju ke taman kota. Belum sempat mandi. Heheee..! Tapi tidak papalah, mudah-mudahkan Bu Winda tidak mempersoalkan hal itu. 

Setelah bu Winda duduk di sebelah kananku. Tanpa berfikir panjang  aku mengungkapkan maksud perasaan ku yang sebenarnya.

“Bu..! Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan.”
“Apa itu pak.  Katakanlah sekarang!”
“Selama ini aku melihat Bu Winda adalah sosok perempuan yang luar biasa di mataku.” Aku mengagumi Bu Winda bukan hanya sebagai teman satu kantor saja. Tetapi lebih dari itu! Aku merasa nyaman bila dekat dengan Bu Winda. Aku merasa tenang bila mendengar kabar baik dari Bu Winda. Aku merasa bahagia bila aku dapat menjadi bagian hidup terakhirmu Bu!

“Apa maksudnya pak! Aku belum mengerti.” Ungkapnya singkat.
“Bu.! Aku menyukaimu! Aku mencintaimu..!” Cepat atau lambat ini aku mengatakan yang sebenarnya. Biarpun yang terjadi berikutnya seperti apa, yang jelas aku sudah jujur kalau aku serius. 

Lama tak ada jawaban, ku lihat tatapan Bu Winda berpaling dariku. Ia memandang lepas kearah pedagang es cincau yang sedari tadi seperti mendengarkan pembicaraan ku. Matanya yang bulat sekejap menjadi nanar, raut wajahnya yang tadi terlihat cantik telah berubah menjadi musam. Entah apa yang dia pikirkan sekarang. Seperti ada sesuatu yang berat untuk di ucapkan padaku.

“Bu..! Tolong jawab pertanyaan ku sekarang juga. Apakah engkau mau menjadi pendamping hidup sebagai istriku nanti. Kalau iya, justru aku merasa sangat senang dan bahagia.

Pertanyaan yang kedua kalinya belum juga di jawab oleh Bu Winda. Tatapan kedua matanya masih tertuju pada pada pedagang es cincau. Entah kenapa demikian? Apa dia malu denganku di sini? Apakah dia tidak suka dengan pertanyaan ku yang menurutnya sangat mendadak ia dengarkan.

Ah..! Saat itu pikiran ku semakin tidak karuan. Aku terlalu berfikir yang tidak-tidak yang belum pasti di pikirkan oleh Bu Winda.

“Bu..! Bisakah engkau menjawab pertanyaan ku ini!” Ucap ku sangat berharap ia dapat membalasnya.

“Iya pak! Maaf sebelumnya?” Sebenarnya aku tak ingin menyakiti perasaanmu. Aku tahu kalau selama ini, kamu memiliki rasa lebih padaku. Tapi…!! Ada sesuatu yang mesti kamu ketahui sekarang juga. Asal kamu berjanji terlebih dahulu untuk tidak marah dan apalagi kecewa dengan jawabanku.

“Iya bu..! Aku mengerti hal itu, dan aku sudah mempertimbangkannya.” Balasku semakin penasaran.

“Dua hari yang lalu, ada keluarga yang datang kerumah dan menjodohkan ku dengan anaknya.” Orang itu adalah teman baik ayahku waktu kuliah masa kuliah dulu. Aku diharapkan oleh mereka untuk untuk menjadi menantunya. Jujur aku tidak bisa menolak permintaan kedua orang tua pak! Aku sebagai anaknya, tidak ingin mengecewakan keinginannya sekarang. Apalagi usiaku yang sudah tidak muda lagi. Mereka menginginkan aku segera untuk menikah dalam waktu dekat ini. Maafkan aku ya pak..!

Mendengar penjelasannya, perasaan ku seketika ingin menjerit kencang. Aku merasa sakit hati dengan diriku sendiri. Ternyata ada orang yang lebih baik untuk mendapatkan hati Bu Winda. Dia adalah pilihan dari orang tuanya, sementara aku siapa?

Orang yang belum pernah main dan bertemu dengan orang tuanya Bu Winda. Saat itu suasana taman kota kian menjadi sepi, semilir angin yang tadi terasa sejuk kini telah berubah menjadi hawa panas. Aroma wangi parfum kasturi sudah tidak semerbak lagi seperti tadi. Yang ku rasakan sekarang benar-benar kecewa.

Bahkan pedagang es cincau yang dari tadi berada di komplek area taman kota telah pergi entah kemana. Batinku terasa sakit dengan pernyataan yang barusan di ucapkan oleh Bu Winda.

“Lantas, apakah Bu Winda menyetujui permintaan orang tua!” Tanyaku lagi.
“Iya pak..! Aku menyetujuinya. Bahkan aku siap untuk menikah dengan anaknya.” 

Mendengar apa yang diucapkan Bu Winda, semakin jelas bahwa dia tidak menerima cintaku. Dia lebih mengutamakan permintaan dari orang tuanya atas dasar perjodohan. Aku tidak menanyakan lagi apakah Bu Winda juga mencintai ku. Karena aku takut kalau dikira sebagai orang yang merusak hubungan. 

“Ya, sudah bu kalau itu sudah menjadi keputusan Bu Winda dan keluarga.”
“Aku hanya bisa berdoa, semoga apa yang menjadi tujuan dapat dicapai dengan baik dan hubungannya lancar sampai ke pernikahan nanti.” 

“Iya..! Pak!” Terimakasih atas doanya. Saya mohon, di antara kita jangan ada yang saling tersakiti. Apalagi kita adalah karyawan yang sama dalam satu kantor. Kita tetap sahabat dan satu tim dalam pekerjaan. Jangan karena hal ini, hubungan persahabatan dan pekerjaan tidak saling bekerja sama. Apa lagi tidak saling mengenal. Aku aku mengenal mu sebagai sosok laki-laki yang tangguh dan baik hati. Sikapmu yang pendiam membuatku merasa tidak tahu harus bagaimana lagi. Semoga kamu bisa mendapatkan perempuan yang lebih segalanya dariku.

“Iya, Buk..!” Terimakasih! Balasku singkat.

Tanpa terasa suasana di taman kota berubah semakin sore. Awan putih yang tadinya terlihat cerah kini telah berubah menjadi barisan senja. Matahari mulai malu menampakkan dirinya di dari jauh. Lalu aku mengajak Bu Winda untuk segera pulang kerumah.

Saat dalam perjalanan pulang, pikiran ku masih teringat dengan kejadian tadi di taman kota. Aku merasa sakit hati dengan kejujuranku sendiri..!