Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Karena Corona Daganganku Sepi Pembeli

Karena corona daganganku sepi pembeli
Gambar by @Google

Hai sahabat Laa Carita, bagaimana aktivitas hari ini? apakah masih tetap bekerja seperti biasa, layaknya hari kemarin? Apakah justru tidak bekerja karena sedang libur total. Heheee!!  Seneng ya bisa istirahat dan nyantai dirumah bersama dengan keluarga.

Buat sahabat Laa Carita, mohon untuk selalu jaga kesehatan ya? Jangan sampai aktivitasnya terganggu cuma karena badan lagi ngak fit. Tetapi kalau memang lagi sakit beneran, coba teman-teman segera periksa secepatnya. Pokoknya saran admin, teman-teman jangan menganggap sepele. Silahkan teman-teman segera untuk periksa dan berobat ke dokter atau ke instansi kesehatan terdekat. Biar sakitnya langsung ditangani dan yang pasti bisa cepat sembuh lagi. Hehee..! amin!!

Oh iya teman-teman, kali ini admin dari Laa Carita akan memberikan cerita singkat tentang  seorang penjual sayuran yang hampir putus asa karena adanya wabah virus corona. Dan cerita singkat ini adalah lanjutan dari cerita yang kemarin yang berjudul Apakah Anakku Terkena Virus Corona yang admin post beberapa hari yang lalu. Apakah teman-teman sudah membacanya! Emmm baca dulu ya? 

Semoga cerita singkat ini bermanfaat untuk sahabat Laa Carita. Tolong teman-teman baca ceritanya sampai selesai ya? Nanti nyesel kalau ngak baca sampai selesai. Hehehe…!

Ya sudah deh! Selamat membaca ya? 

Karena Corona Daganganku Sepi Pembeli


“Sayur-sayur!” sayurane Bu …….!! 
"Sayyyyuuuuuuur!!!" Tin-tin...!!

Pagi hari sekitar pukul 09.00 terdengar suara pedagang sayur yang biasa lewat di depan rumah Bu Minah. Pedagang sayur itu bernama Cecep utomo, biasa di panggil mang Cecep oleh ibu-ibu di sekitar komplek. 

Setiap hari mang Cecep selalu menjajakan barang dagangannya dijalan depan rumah Bu  Minah. Di jalan tersebut lokasinya sangat srategis karena berdekatan dengan perempatan jalan. Dan dilokasi itu juga sudah  menjadi pangkalan rutin mang Cecep.

“Sayur-sayur!” sayurane Bu …….!! 
“Sayyyyuuuuuuur!” Tin-tin!
Beberapa kali mang Cecep membunyikan klakson sebagai tanda kalau ia sudah berada dilokasi pangkalan. Tetapi setelah menunggu lama belum juga ada tanda-tanda yang keluar menghampirinya. Pahadal di hari lain,  sebelum mang Cecep datang pasti ibu-ibu sekitar komplek sudah menunggu di pinggir jalan. Entah kenapa hari itu suanana di sekitar komplek terlihat sangat sepi.

“Duh..! tumben ini sepi amat yah!” ucap mang Cecep sambil matanya menoleh kenan kiri seolah mencari sesuatu. Hal ini juga membuat mang Cecep berulang kali mondar-mandir berputar mengelilingi keranjang dagangannya. 

“Ini ibu -ibu  pada kemana?” Dari tadi saya panggil kok tidak ada yang keluar. Gumamnya.
“Buuuuuu! Sayurane buk! Sayyyyuuuuuuur!!! Tin-tin!. Kali ini mang Cecep memanggil dengan nada agak keras dan lebih lama lagi. Ia berharap, semoga ada yang datang dan menghampirinya. 

Kini sudah hampir lima belas menit mang Cecep masih menunggu di jalan depan rumah Bu Minah. Karena terik matahari mulai terasa panas, lalu mang Cecep duduk di kursi bambu  tepatnya di bawah pohon mangga. 

Sambil duduk ia mengipas tubuhnya sendiri dengan topi yang selalu ia pakai saat berjualan. Tetapi hal ini ternyata tidak cukup membuat lelahnya hilang. Dalam hatinya ia merasa gelisah dan bingung, karena dari pagi tadi belum ada sayuran yang laku terjual. 

Semua jenis sayuran yang ia bungkus dalam plastik putih masih utuh tersusun rapi di dalam ranjang kayu. Ada terong, kacang pancang, buncis, kol, wortel, bayam, daun singkong, kerupuk goreng, tahu, tempe, ikan asin dan masih banyak lagi. 

Semalam mang Cecep sengaja belanja sayuran lebih banyak. Karena berharap barang dagangannya akan laris terjual. Tetapi sampai saat ini belum juga ada tanda-tanda ibu-ibu  yang akan membeli sayuran dagangannya. Masih di tempat duduk, sesekali mang Cecep melihat jam tangan yang ia kenakan. Waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh lebih.

“Bu Minah, Bu Rita, Bu  Umi, Bu Ijah,” sayurane Bu! 
“Sayyurrrrrrrrrr!” Ucap mang Cecep lagi, dengan nada keras.
“Duh! Sepi amat sih!”

Mang Cecep sangat penasaran, kenapa keadaan di komplek kok jadi berubah drastis. Kenapa menjadi sangat sepi seperti tidak ada penghuni yang di rumah. Sejak mang Cecep datang, keadaan di jalan pun sangat sepi. Tidak ada satu pun kendaraan yang melintas.

Lalu mang Cecep berdiri lagi dan melihat keranjang sayuran miliknya. Ia memegang beberapa sayuran yang ia gantung disetiap bagian sudut keranjang. Di amatinya satu persatu sayuran tersebut dari depan sampai belakang. Semuanya nampak masih utuh belum ada yang laku terjua. Lalu dibuka salah satu bungkusan plastik yang di dalamnya terdapat sayuran wortel, kol dan buncis. Ini semua masih segar belum ada tanda-tanda akan busuk.

Kalau misalnya barang dagangannya hari ini belum laku terjual. Mang Cecep akan  menyimpan sayurannya di dalam kulkas agar tidak cepat busuk dan tentu akan tetap kelihatan segar kembali. 

Setelah itu ia duduk lagi di kursi bambu  dan segera membuka tas kecil yang ia kenakan. Dilihatnya uang kertas lembaran dua ribu  dan beberapa uang koin lima ratusan. Di hitungnya uang tersebut berjumlah lima belas ribu rupiah. 

Uang tersebut adalah sisa uang dari belanja semalam. Ia berfikir kalau misalnya barang dagangannya belum juga laku terjual pasti uang yang ada dalam tas tidak akan bertambah. 

“Pokoknya, saya harus semangat berjualan, “jangan pesimis kalau sayuran ini tidak laku. Ucap mang Cecep dalam hati. 

Lalu ia melihat rumah Bu  Minah   yang berjarak sekitar sepuluh meter dari pohon mangga. Di panggilnya sekali lagi  Bu Minah pelan seraya membunyikan klakson.

“Tin-tin! Sayuran Bu  Minah  ,” silahkan di lihat masih banyak nih!

Biasanya sebelum mang Cecep datang Bu Minah sudah menunggu di depan rumah atau sudah duduk di kursi bambu  bersama dengan ibu -ibu  yang lain. Tetapi ini kok sepi tidak ada Bu Minah dan yang lainnya. 

“Pada kemana mereka!” 

Karena penasaran lantas membuat mang Cecep berdiri lalu berjalan mendekati pintu rumah Bu Minah sambil membawa beberapa plastik yang berisi sayuran. 

Tepat saat mang Cecep berada di depan pintu, terlihat ada bayangan di balik kaca putih pada sela-sela gorden jendela. Seperti ada seorang perempuan yang sedang mengintip. Karena merasa penasaran lantas mang Cecep segera mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

“Assalamualaikum Bu Minah!” ucapnya.
“Assalamualaikum Bu! Ucapnya lagi.
“Bu Minah! mau belanja sayuran tidak!.

Mang Cecep sangat penasaran, karena tadi ia melihat dengan jelas kalau yang di balik kaca adalah memang benar Bu Minah. Tidak salah lagi. Hingga tidak lama kemudian terdengar seorang laki-laki yang menjawab salam dari mang Cecep.

“Iya walaikumsalam, tunggu sebentar. Jawab seorang tersebut. 
“Oh..! iya.” Jawab mang Cecep datar.

Mang Cecep mengira mungkin yang menjawab salamnya adalah suami Bu Minah. Tapi ternyata bukan. Lalu dimana Bu Minah ya? Bukankah yang tadi terlihat di balik kaca adalah Bu Minah. Lalu tidak lama kemudian terdengar ada suara laki-laki yang sedang berbicara dengan seorang perempuan. 

“Bu ! Kenapa ibu  tidak keluar saja menemui mang Cecep!” Bukankah ibu belum belanja sayuran. 
“Sudahlah Bu, jangan berfikir yang tidak-tidak.” 
“Ibu jangan takut tentang adanya virus corona. Jawab seorang laki-laki yang ternyata adalah benar suami Bu  Minah  yaitu Pak Karno. 
“Iya, pak! iBu  juga ngerti. Tapi ibu  tetap khawatir pak kalau misalnya virus corona ada di ……..?
“Dimana maksud ibu !” ucap Pak Karno penasaran. 
“Ya itu pak, ada di sayuran  atau di sekitar barang dagangan milik mang Cecep pak” jelas Bu  Minah   pelan.
“Oalah bu-bu..! mbok jangan curiga dulu loh!. Pokoknya ibu  percaya deh, jangan asal berprasangka buruk seperti itu, nanti mang Cecep dengar. Kan malu bu!. Ucap Pak Karno lagi.

Akhirnya setelah menunggu sekitar lima menit kemudian pintu rumah Bu Minah terbuka dan nampaklah seorang perempuan setengah baya berkacamata, memakai masker penutup mulut dan juga memakai sarung tangan plastik. 

Ternyata perempuan itu adalah benar Bu Minah yang biasa berbelanja sayuran milik mang Cecep. Dan disaat itulah mang Cecep merasa heran dengan penampilan Bu Minah sekarang seolah berubah gaya. 

Lalu Bu Minah berjalan keluar dengan membawa cairan yang sudah di kemas dalam botol plastik. Entah apa cairan tersebut yang Bu Minah bawa. Tanpa berfikir panjang mang Cecep lantas menanyakan langsung kepada Bu Minah  .

“Bu, hari ini ibu Minah kok penampilannya berbeda dengan hari biasanya,” Ucap mang Cecep mengawali pembicaraan.

“Iya mang! La mang Cecep sendiri belum tahu kalau sekarang ini lagi ramai tentang wabah virus corona covid-19.” Balas Bu Minah kepada mang Cecep.

“Oh..! iya, mang Cecep juga sudah tahu tahu Bu? kemarin melihat berita di televisi tentang virus corona yang sangat membahayakan itu. jawab mang Cecep lagi.

“Iya karena itu mang! virus  corona yang bisa menular lewat sentuhan dan bisa juga benda lain,“ ucap Bu Minah lagi sambil menyodorkan botol yang ia pegang dari tadi.
“Maksudnya apa ini Bu !” jawab mang Cecep penasaran.

Mendengar apa yang baru di ucapkan oleh Bu Minah, membuat mang Cecep lebiih penasaran lagi. 

“Apa sebenarnya yang dimaksudkan oleh Bu Minah! Kenapa ia memberikan botol itu padaku? Bukankah seharusnya aku yang memberikannya sayuran! Ah..!! aku jadi belum mengerti maksud Bu Minah apa!. Gumamnya dalam hati

Mang Cecep yang dari tadi masih berdiri memegang beberapa bungkusan sayur lantas segera berikan kepada Bu Minah.

“Ini, ada sayuran yang memang Cecep bawa. Siapa tahu hari ini Bu Minah mau membeli,” ucap mang Cecep lagi.
“Iya mang! Tetapi mang Cecep harus cuci tangan terlebih dahulu.” balas Bu Minah  sambil menyodorkan tangannya lebih dekat lagi ke arah mang Cecep.
“Oh..! iya Bu baiklah!

Lalu diletakkannya bungkusan plastik tepat di atas meja kayu. Setelah itu ia mencoba menuruti perintah dari Bu Minah untuk segera mencuci tangannya. Kemudian plastik sayuran tersebut juga di ikut di semprot olehnya oleh mang Cecep. 

“Nah! begitu mang.” Jadi semuanya harus bersih dan agar tidak ada virus yang menempel lagi. Ucap Bu Minah. 
“Iya, Bu! Jawab mang Cecep pelan. 
“Itu saya beli sayuran kacang panjang dua ikat, cabai dan tahu, kalau yang lainnya tidak. Balas Bu Minah lagi.

“Oh iya Bu ini saya ambilkan! Jawab mang Cecep sambil menyodorkan bungkusan sayuran yang Bu Minah maksud.
“Abis berapa  semuanya mang!
“Total semuanya habis tiga belas ribu rupiah  Bu!” ucap mang Cecep.

Mengetahui jumlah uang yang harus dibayarkan, lantas Bu Minah segera memberikan uang berjumlah lima belas ribu  rupiah kepada mang Cecep.

“Ini mang uangnya!”
“Iya Bu  saya terima, ini kembaliannya dua ribu rubiah. Jawab mang Cecep sambil memberikan uang kembalian.
“Oh..! tidak usah mang, yang dua ribu  buat disimpan mang Cecep aja,” jawab Bu Minah.
“Iya Bu, terimakasih banyak. 

“Bu Minah, kalau saya boleh tahu kenapa hari ini di sekitar komplek kok menjadi sangat sepi yah? ibu -ibu yang lain pada kemana ya bu? Tumben banget jadi sangat sepi! Karena biasanya sebelum mang Cepep datang mereka sudah berkumpul di depan sini loh Bu!. Ucap mang Cecep seolah menjelaskan sambil tangannya mengacungkan ke arah pohon mangga biasa para ibu-ibu berkumpul.

“Nah itu dia masalahnya mang!. Semenjak ada virus corona, banyak warga yang berada didalam rumah. Tidak ada yang berani keluar, apalagi sampai menghadiri acara tertentu. Ini sangat berbahaya sekali mang, bisa menimbulkan munculnya virus. Karena virus itu ada dimana-mana, termasuk kalau ada orang yang baru datang ke desa ini pasti banyak warga merasa yang curiga.

“Oh..! seperti itu ya Bu! Pantas aja tempat ini jadi sangat sepi, seperti tidak ada warga dirumah.

“Iya, mang! Ini juga kan bagian dari himbauan pemerintah juga untuk selalu tetap waspada tidak keluar rumah sampai dengan batas waktu sudah membaik lagi.
“Iya Bu , terimakasih informasinya. Maaf kalau misalnya tadi mang Cecep lancang sampai mengetuk pintu rumah Bu Minah segala. Kalau begitu saya mau langsung pamit aja ya bu?. Assalamualaikum. Ucap mang Cecep berpamitan.

“Ah..! iya mang tidak apa-apa. Memang kita harus saling mengingatkan. Walaikumsalam. Balas Bu  Minah lagi.

Setelah itu mang Cecep pergi meninggalkan rumah Bu Minah. Namun, pada saat mang Cecep hendak menghidupkan kendaraannya ia menoleh ke arah Bu Minah. Dilihatnya Bu Minah sedang membersihkan lantai dimana mang Cecep tadi berdiri di tempat itu.

Bu Minah terus menyemprotkan cairan pada bagian lantai dan meja hingga berulang kali. Setelah itu, Bu Minah segera masuk dan menutup pintu. Melihat kejadian tersebut lantas mang Cecep juga segera pergi. 

Dalam perjalanan, mang Cecep merasa ragu untuk sekedar membunyikan klakson atau berucap tentang kata yang menjadi khasnya saat berjualan sayuran. Didalam hatinya ia merasa sedih, apakah sayuran yang ia bawa juga terdapat virus-virus corona yang menempel. 

Karena merasa penasaran, lalu ia membalikkan pandangannya kearah belakang dan melihat bungkusan plastik yang berisi sayuran yang masih banyak belum laku terjual. Hemm!!! Sambil menggelengkan kepala.


“Sayur-sayur! sayurane Bu …….!!  Sayyyyuuuuuuur!!! Tin-tin, ucap mang Cecep dalam hati.